Megawati Gugat PT. PMM di Pengadilan Negeri Kuala Kurun, Ternyata Begini Masalahnya

M.SLH/BERITA SAMPIT - Megawati didampingi Kuasa hukum, Sitmar Heinly I. Anggen, S.H saat foto bersama dengan memperlihatkan dokumen SPT.

KUALA KURUN – Sengketa tanah antara masyarakat dengan perusahaan kayu kembali masuk Pengadilan Negeri Kuala Kurun, Senin 25 Juli 2022.

Sidang dengan agenda pembuktian dari pihak tergugat itu melibatkan PT. Prasetya Mitra Muda (PT. PMM), dengan Megawati selaku masyarakat asal Bereng Malaka, Kecamatan Rungan Kabupaten Gunung Mas. Adapun nomor perkara perdata tersebut yang masuk ke pengadilan, yaitu Nomor : 5/Pdt.G/2022/PN. Kkn.

Megawati, S.K.M. masyarakat asal Bereng Malaka, Kecamatan Rungan melalui kuasa hukumnya, Sitmar Heinly I. Anggen, S.H. mengatakan bahwa sengketa tanah tersebut sudah terjadi sejak tahun 2017 dan terkesan berlarut-larut.

“Intinya ibu Megawati ini menggugat dan menuntut ganti rugi atas penyerobotan kebun karet seluas satu hektare miliknya kepada pihak perusahaan,” terang Sitmar Heinly I. Anggen.

Bahwa berdasarkan Berita Acara Hasil Klarifikasi dan Investigasi Penyelesaian Sengketa Adat Antara Megawati dengan PT. Prasetya Mitra Muda bertanggal 28 Desember 2019 yang dibuat oleh pihak Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah.

Dimana, pada pokoknya menguatkan fakta bahwa Megawati adalah pemilik yang sebenarnya dari Obyek Sengketa dan PT. Prasetya Mitra Muda sebelumnya sudah menyatakan bersedia mengembalikan tanah tersebut kepada Megawati sekaligus PT. Prasetya Mitra Muda menyatakan bersedia memenuhi tuntutan ganti rugi tanam tumbuh milik Megawati sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

Sedangkan yang berkaitan dengan penerapan sanksi adat (disebutkan dalam Berita Acara dimaksud dengan istilah tuntutan kerugian secara moril) akibat pelanggaran hukum adat yang dilakukan oleh PT. Prasetya Mitra Muda karena menggusur tanah adat tersebut sepenuhnya diserahkan kepada Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah untuk memberikan sanksi adat sesuai Hukum Adat yang berlaku.

BACA JUGA:   Polres Gunung Mas Gelar Minggu Kasih, Tampung Keluhan dan Keluhan Masyarakat 

Dimana hal tersebut juga terkonfirmasi melalui Surat Tawaran/Klausul Perdamaian dari Tergugat PT. PMM kepada Penggugat Megawati, S.K.M. dalam gugatan sebelumnya di Perkara Perdata Nomor : 24/Pdt.G/2020/PN Kkn pada saat Mediasi di PN Kuala Kurun, tanggal 1 Juni 2020.

“Dalam hal ini Megawati selaku penggugat menolak ganti rugi sebesar Rp30 juta, mengingat kasusnya sudah lama dan telah terjadi kerugian baik materil yakni mengeluarkan uang atau biaya yang cukup banyak dan juga telah terjadi kerugian moril selama berurusan menuntut haknya. Sehingga Penggugat menuntut ganti rugi senilai Rp 10 miliar kepada pihak perusahaan,” tuturnya.

Ia juga menejelaskan kronologis awal adanya gugatan yang dilakukan kliennya atas nama (Megawati) terhadap PT. Prasetya Mitra Muda yang mana pada saat itu kliennya membeli tanah kepada ibu Lena.

Saat ini, tergugat dua atas nama Santi ini memiliki tanah yang dijadikan objek sengketa. Sehingga PT. Prasetya Mitra Muda berani membeli tanah yang dijual oleh ibu Santi karena memiliki Surat Pernyataan Tanah yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa Bereng Malaka.

“Cuma setelah kita melakukan uji, ada nama orang yang memiliki tanah di situ yang juga saudara kandung dari klien kami ini atas nama Sinan. Sementara pak Sinan ini sudah meninggal pada tahun 2015, dan Surat Pernyataan Tanah mereka ini dibuat pada tahun 2017, ini yang membuat kami bingung, orang sudah meninggal 2015 bisa melakukan tanda tangan di SPT tahun 2017,” ucap Sitmar Heinly I. Anggen.

BACA JUGA:   Wujud Kepedulian Institusi: Kapolres Gunung Mas Berikan Bantuan Kursi Roda Pada Personel

Dijelaskanya juga, Sinan sudah meninggal dunia pada tahun 2015 berdasarkan akta kematiannya yang diterbitkan oleh Dukcapil Kota Palangka Raya, akan tetapi hidup pada tahun 2017 dan melakukan tandatangan SPT tersebut.

Untuk itu, dia menilai bahwa surat tersebut cacat hukum atau tidak sah, Surat Keterangan Penyerahan Tanah (SKPT) itu karena ada orang yang menandatangani sudah meninggal, dan itu yang akan dilaporkan juga nantinya, setelah putusan ini nanti berkekuatan hukum tetap, ingkrah di tingkat PN pertama ini, dan nantinya akan segera dilaporkan ke Polda Kalteng terkait alat bukti yang dipalsukan tersebut .

“Kenapa kita melakukan ini, karena ada nama orang yang sudah meninggal dan tidak dikenal oleh Kepala Desa Bereng Malaka pada saat mengikuti persidangan pada saat itu tetapi ada dalam surat SKPT itu,” tutup Sitmar Heinly I. Anggen.

Sementara itu Tim Kuasa Hukum dari Santi maupun PT. PMM, Eprayen Punding, S.H menyampaikan bahwa, memang surat tersebut telah ditandatangani pada tahun 2017, dan pada saat itu ditandatangani oleh bapak Sinan, dan yang meninggal itu merupakan anaknya yang bernama Sinan.

“Yang menandatangani ini bapaknya Sinan, jadi karena dalam tulisan itu bapak Sinan itu artinya ayah Sinan itu, Sinan nya sudah meninggal dan yang tandatangan di surat itu ayahnya yang belum meninggal, cuman disebut dalam surat itu bapak Sinan,” jelas Eprayen Punding.

Pihaknya sebagai terduga juga belum bisa memberikan statemen apa-apa, yang penting, namun mengikuti saja perkembangan ini, dimana soal akhirnya nantinya akan diumumkan usai persidangan. (M.Slh).