Juli 2022 Kalteng Urutan Enam Inflasi Nasional, Tertinggi di Kalimatan

Hardi/BERITA SAMPIT - Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo saat membuka Rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalimantan Tengah

PALANGKA RAYA- Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo menjelaskan, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi Kalimantan Tengah pada Juli 2022 tercatat sebesar 6,79 persen (year on year). Hal ini perlu menjadi perhatian bersama karena capaian inflasi Kalimantan Tengah berada pada posisi enam di tingkat Nasional, dan tertinggi di Kalimantan, hal ini disampaikannya saat membuka Rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kalimantan Tengah, di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis 25 Agustus 2022.

“Ini tentu sangat terasa oleh masyarakat Kalimantan Tengah, dimana kenaikkan harga-harga telah sedikit demi sedikit mengikis daya beli. Sumbangsih inflasi sepanjang tahun 2022 utamanya berasal dari komoditas yang diatur pemerintah seperti angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, maupun bensin sebagai dampak meningkatnya harga energi dunia. Untuk itu, berbagai langkah telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk meredam kenaikan inflasi lebih lanjut, dimana kita ketahui bersama bahwa Pemerintah Pusat telah menaikan porsi alokasi subsidi untuk energi dalam APBN 2022 sehingga transisi kenaikan harga tidak terlalu tinggi dirasakan masyarakat,” ucapnya.

Selanjutnya, kelompok penyumbang inflasi kedua ialah kelompok pangan, yang saat ini bergejolak. Di sinilah peran pemerintah daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk melakukan intervensi, meredam inflasi dan menjaga daya beli masyarakat Kalimantan Tengah.

Edy juga menjelaskan, beberapa komoditas pangan yang menyumbang inflasi tahunan di Kalimantan Tengah ialah bawang merah, cabai rawit, beras dan telur ayam. Hal ini merupakan bahan makanan pokok masyarakat, dan oleh karenanya, ia minta kepada Bupati, SOPD, dan TPID untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran belanja tidak terduga dari APBD, untuk mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.

BACA JUGA:   Indeks Potensi Radikalisme di Kalteng Mengalami Penurunan

“Hal paling mudah, dan dampaknya paling cepat dirasakan oleh masyarakat ialah dengan pelaksanaan operasi pasar atau pasar murah khususnya terhadap komoditas penyumbang inflasi, antara lain bawang merah, cabai rawit dan beras khususnya beras lokal premium (gunakan potensi daerah beras Food Estate). Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan petani, agen, pedagang besar, maupun BULOG,” jelasnya.

Selanjutnya, perluas Kerja Sama antar Daerah (KAD) untuk mengurangi disparitas pasokan dan harga antar wilayah. Dinas ketahanan pangan bersama dinas pertanian, di setiap wilayah dapat melakukan pendataan produksi dan kebutuhan (neraca pangan) untuk komoditas pangan strategis. Sehingga hasilnya untuk dikoordinasikan bersama dinas perdagangan, untuk mencari peluang kerjasama perdagagangan dengan daerah lain, utamanya intra Kalimantan Tengah, dan tidak menutup kemungkinan dengan wilayah lain di luar Kalimantan Tengah.

Selain itu, perlu didorong optimalisasi subsidi biaya transportasi, untuk membantu lalu lintas barang utamanya komoditas pangan strategis, agar tidak terlalu terbebani biaya transportasi. Selanjutnya, mendorong produksi hortikultura untuk dapat mengurangi ketergantungan dari daerah lain.

“Hal ini dapat dilakukan melalui perluasan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, sebagaimana yang telah dilaksanakan di Palangka Raya dengan penanaman cabai rawit melalui Kelompok Wanita Tani, untuk dapat direplikasi di seluruh wilayah Kalimantan Tengah, maupun perluasan lahan tanam cabai rawit pada sentra-sentra produksi kita,” tandasnya.

BACA JUGA:   Terkait Dugaan Malpraktik, RSUD Doris Ungkap Penanganan yang Dilakukan Sudah Sesuai Prosedur

Komoditas lainnya seperti bawang merah juga dapat mulai dijajaki untuk dilakukan penanaman dengan pembuatan demplot pada beberapa wilayah. Secara bersama-sama agar terus melakukan komunikasi yang efektif dan mengimbau kepada masyarakat, untuk berbelanja secara bijak sehingga ekspektasi masyarakat dan pelaku usaha terkait kenaikan inflasi dapat terkendali dengan baik.

“Apalagi terakhir ini kita sama-sama lihat dan dengar di media kemungkinan adanya kenaikan harga BBM subsidi jenis pertalite, jangan sampai mempengaruhi ekspektasi kenaikan inflasi, khususnya oleh para pedagang di Kalimantan Tengah. Saya berharap jangan sampai ada pedagang yang menaikan harga terlebih dahulu dengan alasan untuk mengantisipasi kenaikan BBM,” ujarnya.

Terakhir, ia harapkan kepada TPID Provinsi untuk mengkaji opsi stabilisasi ke depan melalui pembentukan peran BUMD. Hal ini agar mempermudah upaya pemerintah daerah untuk menjaga kecukupan dan ketersediaan barang pangan pada harga yang terjangkau.

Diketahui urutan inflasi di Indonesia provinsi Jambi 8,55 persen di urutan pertama, Sumatera Barat 8,01 persen di urutan kedua, Bangka Belitung 7,77 persen di urutan ketiga, Riau 7,04 persen diurutan keempat, Aceh 6,97 persen di urutan kelima, dan Kalimantan Tengah 6,79 persen diurutan keenam. (hardi)