Pemerintah Harus Jaga Ketersediaan Stok Pangan dengan Sinergi Antar Daerah

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

JAKARTA– Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah meminta pemerintah serius dalam menanggani persoalan pangan, seusai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Mengingat, kata Trubus, sektor pangan menjadi pengaruh utama dalam inflasi. “Menurut saya ini memang dampak kenaikan BBM ini yang paling rumit adalah mengenai masalah pangan, harga pangan,” kata Trubus, Selasa (6/9/2022).

Trubus menegaskan pemerintah tidak bisa lagi menerapkan kebijakan konvensional dalam menjaga ketersediaan stok pangan. Pemerintah juga diminta untuk memikirkan cara lain.

“Pemerintah kalau dengan cara-cara konvensional saja itu tidak akan bisa. Permintaan pangan ini kan sifatnya naik, seiring dengan demografinya naik. Jadi dalam hal ini pemerintah memikirkan cara lain selain menyerap gabah petani,” ujarnya.

Trubus mengatakan pemerintah patut memperkuat sinergi kerja sama antar daerah dalam menghadapi dampak kenaikan BBM pada inflasi harga pangan.

Trubus menekankan hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin adanya pemerataan stok pangan pada setiap daerah dengan harga yang stabil. Upaya itu penting dilakukan secepatnya sebagai solusi jangka pendek untuk menekan inflasi pangan.

“Pemerintah mau tidak mau harus mensinergikan antar daerah. Kan ada daerah-daerah tertentu yang memang pangannya surplus, tapi ada juga daerah yang minus. Jadi bagaimana pemerintah menstabilkan antar daerah ini. Karena yang saya lihat selama ini pemerintah tidak optimal. Itu kurang diperhatikan,” jelas Trubus.

Selain itu, pemerintah juga diminta membuat dan melaksanakan kebijakan jangka menengah-panjang untuk memitigasi persoalan inflasi pangan di masa mendatang tekait dengan ancaman krisis pangan global dan regional.

“Pemerintah harus memikirkan kebijakan yang sifatnya jangka menengah panjang yaitu bagaimana kemudian pemerintah mendorong, membuat kebijakan agar anak muda kembali ke desa, bertani,” tambahnya.

Dalam hal ini, dukungan pemerintah pada sektor pertanian juga harus diwujudkan dalam paket kebijakan yang memudahkan dan menarik pemuda untuk kembali ke desa. “Misalnya kemudahan permodalan, pupuk lebih murah,” kata Trubus lagi.

Selain itu, pemerintah juga patut melaksanakan reforma agraria sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018. “Reforma agraria itu bagian dari penyediaan pangan jangka panjang,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah secara intensif memonitor dan mengevaluasi penerapan kebijakan pangan nasional agar sesuai dengan kondisi terkini. Hal tersebut dilakukan agar kebutuhan pangan masyarakat dapat terpenuhi secara merata. Salah satu kebijakan tersebut adalah saat ini Pemerintah tengah melakukan penguatan stok beras.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara hybrid memimpin Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan Pangan, pada Jumat (2/09). Rakortas tersebut digelar juga untuk memastikan semua bahan pangan tersedia cukup sampai dengan akhir tahun 2022 melalui perluasan tanam maupun pengadaan.

“Dalam Rakortas diputuskan yang pertama tentang kebijakan pembelian gabah/beras petani dengan fleksibilitas harga, dan yang kedua adalah Badan Pangan Nasional menugaskan kepada Perum Bulog dalam rangka penguatan stok CBP untuk melakukan pembelian gabah/beras dengan menggunakan fleksibilitas harga,” kata Menko Airlangga.

Tidak Terhindarkan

Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, inflasi pangan pada kuartal ke IV tahun ini tidak bisa dihindari, namun ada catatan-catatan positif mengikutinya.

“Inflasi pangan, tidak bisa dihindari, kuartal IV lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya, alasannya karena harga beras pasti naik terus, terus harga beberapa komoditas yang sempat turun karena kenaikan BBM pasti naik, meski sementara,” kata Andreas, Selasa (6/9).

Komponen utama pendorong inflasi pangan adalah beras. Saat ini harga gabah kering panen sedang tinggi-tingginya, jauh di atas HPP. Padahal stok beras di Bulog tidak aman.

Sementara itu mengenai langkah pemerintah untuk membeli gabah/beras petani dengan fleksibilitas harga, dianggap akan sulit.

“Karena harga beras dan gabah kering panen di tingkat usaha tani naik tajam, itu makanya pemerintah harus hati hati. Bulog stok tipis dan itu kasih sinyal negatif ke pasar sehingga spekulan akan banyak bermain,“ sebut Andreas.

Ekonom Senior Core ini menambahkan, faktor ketersediaan dan komponen transportasi yang terpengaruh kenaikan harga BBM, maka harga cabai, bawang merah dan telur juga akan naik, sampai nanti menemukan keseimbangannya.

“Kenaikan harga BBM akan mempertahankan harga tinggi dalam waktu panjang. Misalnya telur, saya perkirakan bulan Oktober 2022 mulai turun,” ungkap Andreas.

Menurut catatan BPS, inflasi pangan tahunan per Agustus sudah mencapai 7,7%.

Diperkirakan angka inflasi pangan per September bisa melonjak sampai 8,5%. Untuk itu pemerintah terus mendorong sinergi pusat dan daerah untuk mengendalikan harga, lewat Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

(adista/beritasampit)