Tuntutan Plasma 20 Persen Tidak Digubris, Nama Perusahaan di Desa Camba Siap-siap Tinggal Kenangan?

ARIFIN/BERITA SAMPIT – Ketua demo damai saat membacakan undang-undang dan tuntutan hak-hak mereka kepada perusahaan tentang plasma 20 persen yang belum dibayarkan sejak 2010-2022.

SAMPIT – Kesabaran warga Desa Camba, Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng), sudah di puncaknya. Alhasil, mereka menggelar demo damai di lahan perkebunan milik PT Nusantara Sawit Persada (NPS), untuk menanyakan tanggung jawab dan realisasi plasma 20 persen sejak 2010-2022.

Agar tuntutan hak akan plasma 20 persen itu segera direalisasikan perusahaan, pendemo menutup sementara aktivitas perkebunan kelapa sawit. Para pendemo pasang badan di tengah jalan dan mengancam akan bertahan sampai hak-hak mereka direalisasikan.

“Kami menuntut apa yang menjadi kewajiban perusahaan, karena ini sudah amanat undang-undang atas perizinan mereka yang dikeluarkan cukup lama yaitu dari izin prinsip kawasan hutan, ada yang 2007, ada yang HGU 2009 dan ada yang 2011,” ucap Kepala Desa Camba kepada wartawan media siber Berita Sampit usai menggelar demo damai, Senin 12 September 2022.

Menurutnya, berdasarkan undang-undang perizinan itu sudah diatur apa yang menjadi kewajiban-kewajiban perusahaan terhadap masyarakat yang ada di sekitar perusahaan, salah satunya mengeluarkan kewajiban plasma sebesar 20 persen.

“Di dalam undang-undang sudah jelas aturannya, tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kewajiban 20 persen, hak itu harus dikeluarkan untuk masyarakat yang ada di sekitar perkebunan dalam hal ini masyarakat desa camba,” ujar mantan Sekdes Camba ini.

Ditanya andainya pihak perusahaan tetap bersikukuh tidak mau merealisasikan plasma 20 persen, Iyansen menegaskan, pihaknya tidak segan-segan untuk menghentikan aktivitas dan kegiatan perusahaan di wilayah desa camba.

“Ketika mereka tidak mau apa yang kami tuntut ini, mereka juga harus siap menerima konsekuensi, karena apa, karena amanat undang-undang, kalau mereka memang tidak mau dituntut seperti ini, jangan ada lagi namanya PT NSP, PT MAP di desa kami,” tegasnya.

Terkait upaya pemerintah desa, tambahnya, sudah melakukan musyawarah dan menggelar rapat dengan pihak perusahaan . Akan tetapi, apa yang sudah dilakukan pihak desa sepertinya perusahaan selalu mengelak dengan alasan kebijakan di tangan manajemen.

“Pihak perusahaan itu sudah kami panggil baik-baik, duduk bersama untuk mediasi di desa sudah kami undang, mereka menjawab manajemen-manajemen, inilah yang membuat kami datang ke wilayah perkebunan PT NSP ini untuk menggelar demo damai dan menutup aktivitas perusahaan,” pungkasnya. (ifin)