Aptisi Kotawaringin Raya Tolak RUU Sisdiknas karena Dinilai Diskriminatif Terhadap Perguruan Tinggi Swasta

Pengurus Aptisi Wilayah XI D Komisariat Kotawaringin Raya menyerahkan resolusi dan pernyataan sikap penolakan mereka terhadap RUU Sisdiknas 2022 kepada Komisi III DPRD Kotim untuk disampaikan ke DPR RI, Jumat (23/9/2022). ANTARA/Norjani

SAMPIT – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Komisariat Kotawaringin Raya menyampaikan aspirasi ke DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah terkait penolakan atas Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) 2022 karena dinilai diskriminatif terhadap perguruan tinggi swasta.

“Kami tahu ini memang bukan kewenangan DPRD Kotim. Tapi kami meminta DPRD berkenan menyampaikan aspirasi kami ini kepada Baleg dan Komisi X DPR RI, sehingga RUU diperbaiki,” kata Ketua Umum Aptisi Wilayah XI D Komisariat Kotawaringin Raya Ali Kesuma, di Sampit, Jumat 23 September 2022 sore.

Aptisi Komisariat Kotawaringin Raya meliputi Kabupaten Kotawaringin Timur, Katingan, Seruyan, Kobar, Lamandau, dan Sukamara. Mereka diterima dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin Ketua Komisi III Mariani dan dihadiri anggotanya.

Dalam dialog itu, secara bergantian pengurus Aptisi serta pimpinan perguruan tinggi swasta, di antaranya dari Universitas Darwan Ali, STIE Sampit, dan STKIP Muhammadiyah Sampit.

Mereka menilai saat ini kondisi perguruan tinggi swasta semakin sulit, padahal keberadaannya justru membantu pemerintah dan generasi penerus yang tidak bisa tertampung di perguruan tinggi negeri, khususnya di daerah-daerah.

Isi RUU Sisdiknas 2022 dinilai semakin memberatkan perguruan tinggi swasta untuk bertahan. Bahkan, Aptisi menduga hal ini modus pemerintah untuk menutup perguruan tinggi swasta di seluruh Indonesia dengan membuat aturan-aturan yang sangat memberatkan.

Aptisi menilai RUU Sisdiknas Tahun 2022 yang diajukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia ke Badan Legislasi DPR RI, sangat liberal dan kapitalis. Hal itu dinilai sangat bertentangan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menugaskan kepada negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya negara berkewajiban mencerdaskan semua warga negaranya dan membiayai penyelenggaraan pendidikan warga negaranya sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

BACA JUGA:   Kurang dari Sepekan, Peristiwa Pencurian Helm Terekam Kamera CCTV 

Dalam RUU Sisdiknas 2022, salah satu pasalnya menyatakan bahwa semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) wajib menjadi PTN Badan Hukum (PTN-BH) paling lambat tahun 2024, dan untuk itu mereka diminta untuk membiayai hidupnya sendiri dengan membuat badan usaha atau perusahaan, dana abadi, dan diperbolehkan menerima mahasiswa melalui jalur mandiri (berbayar mahal) hingga dapat menutupi biaya yang mereka butuhkan.

“Hal ini menggambarkan pemerintah akan lepas tangan dalam membiayai PTN-BH dan memerintahkan mereka mencari dana sendiri seperti PTS,” kata Ketua STIE Sampit yang juga Pembina Aptisi Wilayah XI D Komisariat Kotawaringin Raya.

Aptisi juga menilai, dalam pasal lainnya RUU ini juga menghapus Undang-Undang Guru dan Dosen serta mengembalikan ke Undang-Undang ASN. Untuk guru dan dosen status guru dan dosen PNS sebagai ASN, dan yang swasta akan mengikuti UU Ketenagakerjaan, yang berlaku hubungan Majikan dan Pekerja.

Dengan dihapusnya UU Guru dan Dosen, maka status guru dan dosen bukan lagi profesi yang telah mengangkat harkat dan martabat guru dan dosen itu sendiri, tetapi menjadi pekerja yang dibayar oleh majikan.

“Hal ini tentu sangat menyakitkan dan menghinakan bagi kami para guru dan dosen. Ini bukan berarti kami ingin diakui sebagai orang yang penting dan bermartabat,” kata Rektor Universitas Darwan Ali, Wendy Kesuma.

Aptisi khawatir jika RUU Sisdiknas 2022 ini disahkan menjadi undang-undang, maka anak-anak bangsa ini kembali tidak mau menjadi guru dan dosen, sehingga mengancam keberlangsungan hidup bangsa ini.

Atas dasar hal tersebut Aptisi Wilayah XI D Komisariat Kotawaringin Raya menyampaikan sejumlah pernyataan sikap yang diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah terkait RUU Sisdiknas 2022

Aptisi menolak dan meminta agar RUU Sisdiknas 2022 ditunda pengesahannya, untuk dilakukan penyempurnaan dengan mengundang semua pemangku kepentingan memberikan masukan.

Aptisi menolak akreditasi program studi berbayar yang dilaksanakan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri yang dirasakan sangat memberatkan bagi perguruan tinggi swasta.

BACA JUGA:   Gerindra Siap Hadapi Petahana di Arena Pilkada Kotim

Sambil menunggu pengesahan RUU Sisdiknas yang disempurnakan, Aptisi mengusulkan akreditasi program studi ini dikembalikan kepada Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) dengan biaya ditanggung negara, seperti yang selama ini berjalan. Aptisi juga mengusulkan perpanjangan akreditasi otomatis tetap diberlakukan.

Aptisi meminta pemerintah mengembalikan uji kompetensi bagi lulusan perguruan tinggi kesehatan, sesuai dengan UU Sisdiknas, yaitu dilakukan oleh perguruan tinggi itu sendiri bersama dengan asosiasi profesi mereka, bukan oleh Komite.

Meminta agar penerimaan mahasiswa baru pada PTS harus ditetapkan kuotanya sesuai dengan rasio jumlah dosen dan mahasiswa (1:40), termasuk penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Terbuka.

Aptisi juga meminta pemerintah memberikan hak yang sama kepada perguruan tinggi swasta yang mampu secara teknis untuk menyelenggarakan pendidikan secara daring atau online seperti yang terjadi pada Universitas Terbuka, tanpa mengajukan perizinan baru, cukup evaluasi kecukupan teknis oleh L2Dikti.

Menanggapi itu, Ketua Komisi III DPRD Kotawaringin Timur Mariani mengatakan, pihaknya menerima aspirasi yang disampaikan Aptisi Wilayah XI D Komisariat Kotawaringin Raya. Pihaknya akan berupaya meneruskan aspirasi tersebut melalui saluran-saluran yang tersedia.

“Kami tentu sangat mendukung agar perguruan tinggi, khususnya di Kabupaten Kotawaringin Timur ini untuk tetap eksis, karena sangat membantu meningkatkan sumber daya manusia. Kami akan mendukung sesuai dengan kewenangan dan kemampuan kami,” kata Mariani.

Sekretaris Komisi III Sanidin mengatakan, informasi yang didapatnya, RUU Sisdiknas 2022 tidak termasuk dalam Prolegnas 2022. Artinya, dia yakin RUU tersebut belum termasuk yang diprioritaskan dibahas DPR pada tahun ini.

“Kami juga tentu mendukung aspirasi yang disampaikan Aptisi, karena kita merasakan sendiri manfaat keberadaan perguruan tinggi swasta di daerah kita ini,” demikian Sanidin.

(ANTARA)