Ombudsman Ungkap Permasalahan Tanggap Darurat Bencana Januari-Agustus 2022

Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman Febrityas (kiri) dalam Seminar dan Launching Laporan Hasil Kajian Bencana secara daring di Jakarta, Kamis (29/9/2022). (Antara/Devi Nindy)

JAKARTA – Ombusdman RI mengungkap sejumlah permasalahan tanggap darurat bencana yang berlangsung selama Januari hingga Agustus 2022.

Dalam Seminar dan Launching Laporan Hasil Kajian Bencana secara daring di Jakarta, Kamis 29 September 2022, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman Febrityas mengatakan penilaian dilakukan dari permintaan data dan informasi, wawancara, hingga kunjungan ke lapangan.

Permasalahan pertama yakni masih belum ditemukan atau ada ketidakjelasan terkait dengan aturan mengenai pemberian bantuan dari pihak ketiga, ketika terjadi bencana di daerah.

“Kami melihat terkait dengan pemenuhan standar pelayanan minimal yang sudah diatur di Peraturan Menteri Dalam Negeri khususnya. Bagaimana kemudian Pemerintah Daerah itu memenuhi standar pelayanan minimal untuk layanan pokok kepada masyarakat ini juga masih banyak dokumen-dokumen yang belum atau saat ini tidak selesai,” ujar Febrityas.

Selanjutnya terkait kelembagaan, Ombudsman menilai penanggulangan bencana BPBD merasa masih sangat banyak kekurangan khususnya dalam hal anggaran dan sarana prasarana. Pola koordinasi dinilai masih banyak permasalahan terkait dengan sinergi antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan stakeholder terkait dengan dinas terkait di daerah.

“Terkait dengan koordinasi BPBD dengan masyarakat mengenai kesiapsiagaan bencana sangat penting, tidak hanya bagaimana mensosialisasikan kepada masyarakat, memberikan pesan terkait mitigasi bencana. Namun, kita juga perlu pastikan respon masyarakat ketika kemudian edukasi atau sosialisasi itu disampaikan, itu yang juga menjadi catatan penting,” ujar dia.

Ombudsman juga masih banyak menemukan kekurangan, khususnya terkait dengan pemenuhan pusat pengendalian operasi yang ada di BPBD di daerah. Terkait dengan perencanaan pada rute dan lokasi evakuasi, ditemukan shelter evakuasi yang tidak lama difungsikan, sehingga ketika difungsikan ada beberapa hal yang kemudian tidak dapat berfungsi karena tidak terawat dan sebagainya.

“Banyak personil tim reaksi cepat yang ada di BPBD itu statusnya juga merupakan tenaga harian lepas dan masih banyak terdapat kekurangan pejabat analis bencana di kabupaten/kota,” ujar Febrityas.

Selanjutnya untuk peringatan dini, masih ditemukan blank spot sehingga tidak bisa menjangkau sinyal dengan baik, pos pantau pada daerah yang sulit dijangkau serta kurangnya jumlah early warning system.

Terkait kegiatan mitigasi pada penyelenggaraan pemerintah, masih terdapat ketidakjelasan antara kewenangan pembagian peran dan koordinasi antar instansi dalam tahap pra bencana.

Selain itu, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan penanggulangan bencana dan akses masyarakat dalam kegiatan penanganan bencana selanjutnya untuk persoalan tanggap darurat.

“Dalam persoalan tanggap darurat, kami menemukan berbagai persoalan yang perlu sama-sama kita berikan Perhatian untuk bisa kita mencarikan solusi atas persoalan dimaksud yakni terkait dengan mekanisme pengelolaan bantuan dari pihak ketiga belum adanya mekanisme yang standar,” ujar dia.

Terakhir, Ombudsman menemukan beberapa daerah juga yang masih belum diatur rencana kontingensi dan memang sering menimbulkan kendala terjadi bencana di lapangan, kemudian penentuan lokasi penyelamatan korban bencana masih belum adanya yang termuat dalam rencana kontingensi.

(ANTARA)