Pengecer Pupuk Subsidi di Kecamatan Parado Tolak Jual sesuai HET

NAIN/BERITA SAMPIT - Tegang, Suasana Rapat Koordinasi Terkait Langka dan Tingginya Harga Pupuk Subsidi di Aula Kantor Pemerintah Kecamatan Parado

BIMA – Pemerintah Kecamatan Parado, Kabupaten Bima, Propinsi NTB gelar rapat koordinasi terkait langka dan tingginya harga pupuk bersubsidi, Kamis 13 Oktober 2022.

Rakor yang dilaksanakan di aula kantor Kecamatan Parado tersebut berlangsung tenggang. Warga menuntut pengecer di Kecamatan parado menjual pupuk subsidi pemerintah tersebut sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).

“Kalau pengecer tidak mau menjual pupuk subsidi sesuai HET, binasakan saja karena persoalan tingginya harga jual dan langkanya stok pupuk sudah lama di alami masyarakat Parado pada umumnya. Bahkan di Desa Lere masyarakat membeli hingga Rp200.000 per 50 kg,” ungkap kepala Desa Lere, Dahlan.

Dahlan meminta pihak pengecer harus menjual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi ( HET ) yang berlaku.

“Saking langkanya stok pupuk, masyarakat Lere pun sampai membeli di luar Parado,” ucapnya.

Terkait persoalan harga pupuk ia berusaha menyampaikan kebenaran sekalipun saya tidak disukai orang banyak, tambahnya.

“Persoalan harga pupuk, ternyata pupuk yang dialokasi di Desa Lere sebanyak 179 ton untuk tahun 2022, tetapi yang paling aneh masyarakat saya sampai membeli pupuk di luar Kecamatan Parado, sungguh aneh. Kemudian kami pernah membeli pupuk subsidi seharga Rp200.000. Bahkan diinformasikan melalui pengeras suara bahwa harga pupuk  hingga Rp200.000 dan itu pun berlaku di Desa Desa lain dengan harga yang variatif,” kata Dahlan.

Ia berharap, kepada Pemerintah Kecamatan agar harga pupuk yang dijual pengecer tetap sesuai HET

“Apabila pengecer tidak suka dan tidak siap menjual sesuai HET, silahkan keluar, kami punya anggaran sendiri untuk mengurus Desa kami masing-masing kalau ada yang mengatakan itu tidak ada regulasi, tunjukkan pada kami regulasi mana yang mengatakan tidak boleh biar kami mencari celah untuk masuk karena kami pun didorong oleh Pemerintah Kabupaten untuk menjadi Desa yang maju dan Desa yang mandiri,” katanya.

“Sebab salah satu untuk menuju Desa yang mandiri kami bisa mengelolah aset kami yang ada di Desa kami masing-masing. Oleh karena itu, hari ini saya minta sesuai dengan aturan yang berlaku, bahwa harga pupuk subsidi jenis urea dijual dengan harga HET, yakni Rp112.500, dan NPK Rp115.000, tidak ada nilai tawar. Saya tidak akan memberi ruang apabila membuat kesepakatan yang melanggar di luar regulasi tersebut,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Kepala Desa Parado Rato M. Saleh mengungkapkan, adanya beberapa kejanggalan yang ditemukan pemerintah Desa terhadap pengecer bahwa sering terjadi manipulasi pemalsuan tanda tangan dan tidak sedikit orang dilibatkan.

“Pertama, Pupuk datang siang, sore langka. Kedua, Saya tanya pihak UPT Pertanian maupun BPP bahwa prosedur untuk mendapatkan pupuk subsidi ini seperti apa, saya sampaikan demikian karena sejauh ini ada, bukan tidak ada, pengecer yang mengetahui atau ada tanda tangan kami yang turut mengetahui, tetapi ada pengecer juga kami tidak tau bahkan pemerintah kecamatan tidak mengetahui tetapi bisa mendapatkan stok pupuk, kalau itu terbukti ada pemalsuan tanda tanda, semua akan dibelenggu,” ucapnya.

“Untuk itu saya sampaikan dengan tegas, untuk pupuk bersubsidi jangan ada pendistribusian sampai pihak pengecer menyetujui harga pupuk menjual sesuai HET .Oleh sebab itu, dalam pendistribusian tidak ada yang di anak tirikan, hari ini mohon di clearkan, paling tidak harus ada sepengetahuan kami. Saya minta ada transparansi dan kejelasan dalam soal penyaluran pupuk subsidi, jangan sampai ada unsur pidana. paling tidak pencairan pupuk itu harus sepengetahuan kami agar kami bisa menghitung sesuai dengan RDKK,” kata M. Saleh.

Dijelaskannya, pupuk subsidi jenis urea dan NPK, yang namanya subsidi Pemerintah adalah barang yang diawasi oleh pemerintah, baik peredaran dan penjualan, harganya tidak boleh lebih dari Harga Eceran Tertinggi. Dengan alasan apapun.

Sementara itu, Salah satu pengecer Pupuk Subsidi mengatakan, pihaknya belum bisa mendapatkan keuntungan apabila menjual pupuk bersubsidi Pemerintah tersebut menjual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET )

“Terus terang, untuk menjual sesuai HET Rp112.500, kita kan pedagang pak, kita mau untung, tapi tidak untung banyak. Tapi kalau Rp112.500 tidak ada untung pak, karena kita harus bayar buruh, pelaporan itu 2 kali seminggu online, belum lagi laporan manual. 1 petani membeli pupuk itu 4 lembar yang harus kita sediakan. Itu rangkap 4 pak tiap bulan. Itu bayangkan. Jadi jutaan dalam satu laporan perbulan kita buang,” tutupnya. (nain)