Hutan Makin Menipis Izin Ribuan Hektare Sawit Terbit, Warga Desa di Antang Kalang Kompak Menolak

IST / BERITA SAMPIT - Hutan yang masih tersisa di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur yang kini terbit izin usaha perkebunan perusahaan sawit.

SAMPIT – Di tengah menipisnya hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) izin untuk perkebunan kelapa sawit ternyata kini terbit lagi, sekitar 4.000 hektare hutan asli di wilayah Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kini terancam hilang.

Pasalnya pemerintah menerbitkan izin usaha perkebunan di areal tersebut, namun demikian warga setempat beserta pihak desa kompak menolak, pasalnya itulah satu-satunya hutan yang kini masih tersisa saat ini.

Desa Tumbang Ramei ini sendiri merupakan salah satu desa di bagian ujung Kabupaten Kotim . Kepala desa , BPD serta masyarakat desa itu kompak menolak pembabatan hutan itu, mereka bersikukuh mempertahankannya dan tidak ingin memperjualbelikan lahan terakhir bagi mereka desa itu.

Bahkan sebagai bentuk protes mereka kini sudah menyurati Bupati Kotim, H Halikinnor perihal penolakan mereka terhadap izin baru PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) di wilayah desa tersebut.

Adapun masalah tersebut mencuat kembali setelah beberapa warga didatangi oleh utusan dari perusahaan untuk meminta kepala desa menandatangani sebuah dokumen persetujuan pemasangan tanda batas di wilayah Desa Tumbang Ramei, namun oleh warga ditolak.

Kepala Desa Tumbang Ramei, Natalis dan Kepala BPD Wandi mengakui penolakan masyarakat ini karena masyarakat di wilayah itu ingin mempertahankan hutan itu sebagai hutan terakhir bagi mereka.

“Jika hutan itu diubah menjadi areal perkebunan kami khawatir nasib anak cucu kami di masa mendatang,” kata kepala desa.

Menurutnya jika mereka aparatur pemerintah desa ingin mengambil keuntungan pribadi untuk memperkaya diri dengan hadirnya perusahaan itu bisa saja mereka menandatangani dokumen yang disodorkan perusahaan.

“Tapi kami berpikir untuk anak cucu kami nanti, hutan yang masih memiliki kayu-kayu besar dan ulin dengan usia ratusan tahun hanya ada di hutan Tumbang Ramei ini,”kata kepala desa.

Menurut kades persoalan ini sudah mereka sampaikan ke Bupati Kotim Halikinnor. Mereka bersama perwakilan warga menjelaskan duduk masalah persoalan itu sehingga mereka mendapatkan dukungan dari Bupati Kotim untuk tetap mempertahankan hutan terakhir tersebut.

BACA JUGA:   Seorang Pengendara Motor di Katingan Diduga Jadi Korban Tabrak Lari Truk Bermuatan

“Sebelumnya kami sudah bertemu dengan Bupati Kotim di ruang rapat kantor bupati pada hari Rabu tanggal 28 September 2022 lalu. Dalam pertemuan tersebut Bupati Kotawaringin Timur sangat mendukung masyarakat dan berpihak kepada warga masyarakat Desa Tumbang Ramei,” tukasnya.

Selain itu juga tokoh masyarakat setempat Jakaria mengaku secara tegas tidak mau ada perusahaan sawit diwilayah  mereka karena takut nasib sama dengan wilayah Tumbang Kalang yang hingga saat ini belum ada kejelasan plasmanya.

“Kami tegaskan tidak ada transaksi jual-beli/GRTT/Tali Asih tanah dalam bentuk apapun karena Wilayah Desa Ramei itu merupakan penambahan baru dari perizinan BSL yang dilakukan semaunya saja,” kata Jakaria tokoh.

Kini berbagai upaya telah dilakukan Desa Ramei untuk mengangkat dan mempertahankan keberadaan hak—hak mereka mulai dari diterbitkannya surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (SP2FBT) yang diakui oleh Kepala Kantor BPN Kabupaten Kotawaringin Timur sebagai dasar penguasaan atau alas hak dalam rangka pendaftaran tanah pertama kali.

“Desa Ramei adalah Wilayah Masyarakat Hukum Adat tidak akan kami serahkan ke pihak perusahaan dan wajar jika kami menolaknya BSL tersebut, karena wilayah itu sudah kami yang kuasai lebih dulu,” kata Kariu Mantir Adat Desa Tumbang Ramei

Ditambahkan Ketua BPD, Wandi lahan 4.000 hektare milik warga Desa Tumbang Ramei ini sejak lama sudah berstatus APL. Sehingga bukan karena pelepasan yang diusulkan oleh pihak perusahaan itu.

“Kawasan APL murni ini milik Desa Ramei dan telah menyelesaikan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Dinas Pendapatan Daerah, ini ada buktinya” kata Wandi.

Diketahui, izin konsesi pelepasan Kawasan Hutan PT Bintang Sakti Lenggana hanya mencakup 5 Desa yaitu Desa Tumbang Kalang, Desa Tumbang Manya, Desa Kuluk Telawang, Desa Sei Puring dan Desa Tumbang Ngahan dengan luasan 5.906,07 Ha yang sebelumnya di cabut izin konsesinya oleh KLHK.

Akan tetapi dikeluarkan lagi oleh KLHK dan konsesi tersebut tidak berada di wilayah Desa Ramei melainkan berada di wilayah lima desa tersebut. Permasalahan Desa Tumbang Ramei mencuat ketika Desa Tumbang Ramei melaksanakan PTSL namun ada upaya untuk menggagalkan program tersebut dan tiba-tiba PT BSL bersama pemerintah daerah setempat merencanakan secara sepihak untuk mengalokasikan realisasi plasma kepada lima Desa yaitu Desa Tumbang Kalang, Desa Tumbang Manya, Desa Kuluk Telawang, Desa Sei Puring dan Desa Tumbang Ngahan berada di Desa Tumbang Ramei dan Tumbang Hejan.

BACA JUGA:   Golkar dan PAN Punya Kader Muda Layak Jual di Pilkada Kotim

Penolakan ini menncuat sejak Bulan Maret 2022 lalu Pemerintah Daerah melakukan sosialisai dengan desa—desa yang wilayahnya terkenan perizinan PT BSL tanpa dihadiri oleh pihak pemerintahan Desa Tumbang Ramei.

Hasilnyapun, mayoritas desa—desa menolak rencana pembabatan hutan di desa Tumbang Ramei dan Hejan. Bahkan salah satu desa yaitu Desa Tumbang Manya telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Desa untuk menolak apabila kebun plasma itu berada di Desa Tumbang Ramei.

Sosialisasi tersebut dianggap gagal, kemudian sosialisasi dilanjutkan kembali oleh pemerintah daerah dipimpin oleh Asisten I Diana Setiawan yang kemudian Viral dimedia sosial karena melarang pemerintahan desa melakukan komunikasi dengan DPRD beberapa bulan yang lalu, akhir dari kesimpulan rapat tersebut juga tidak ada.

Berdasarkan data IUP PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) yang diterbitkan 12 Oktober 2020 dan Persetujuan lokasi usaha atas Izin Usaha Perkebunan, dari itu mereka minta ketegasan Bupati Kotawaringin Timur untuk mengeluarkan wilayah Desa Ramei dari perizinan PT BSL.

Mereka juga menyesalkan ada salah satu pejabat pemerintah daerah bersikukuh memaksa masyarakat untuk mendukung izin di desa mereka itu. Bahkan oknum pejabat ini mengatakan jika masyarakat tidak bisa apa-apa karena di desa itu sudah diterbitkan izin.

“Bahkan katanya suka tidak suka masyarakat harus menerima izin itu biar masyarakat melapor ke Tuhan sekalipun,” ucapnya.

Sementara itu manajer Humas PT BSL Suling saat dikonfirmasi tidak memberikan tanggapan saat dihubungi Berita Sampit.(naco)