Pengembangan Dialog Timur-Barat Perlu Didasari Rasa Saling Membutuhkan

ANTARA/BERITA SAMPIT - Arsip foto pemuka agama dan tokoh Islam, Din Syamsuddin saat ditemui awak media di Jakarta, Senin, (18/11/2019).

JAKARTA – Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta Din Syamsuddin mengatakan pengembangan Dialog Timur-Barat perlu didasari rasa saling membutuhkan.

“Kedua pihak harus merasa saling membutuhkan. Timur membutuhkan Barat dengan kemajuan ilmu dan teknologi, dan Barat membutuhkan Timur dengan khazanah nilai moral dan kekayaan sumber daya alam,” kata Din Syamsuddin dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu 5 November 2022.

Hal tersebut dinyatakan Din sebagai bentuk kesepakatan penuh terhadap pandangan Grand Shaikh Al-Azhar Prof Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib saat penutupan Forum Dialog Bahrain yang berlangsung di Manama, 3-4 November.

Pada saat penutupan Forum Dialog Bahrain, Grand Shaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Muhammad Al-Tayyib mengatakan bahwa Dialog Timur-Barat harus dikembangkan.

Din Syamsuddin yang hadir sebagai peserta pada Forum Dialog Bahrain itu menyampaikan ada prasyarat bagi terwujudnya dialog itu.

Pertama, menurut Din, perlu adanya kesetaraan antara kedua pihak, bukan antara pihak superior dan pihak inferior.

Kedua, kata dia, kedua pihak harus merasa saling membutuhkan.

Ketiga, perlu segera menghentikan sikap fobia dan kecenderungan untuk mendiskreditkan pihak lain.

Kemudian, Din menilai bahwa Forum Dialog Bahrain menambah banyaknya prakarsa positif bagi terwujudnya perdamaian dunia dewasa ini.

Sementara itu, Cendekiawan Muslim Indonesia Prof Muhammad Quraish Shihab membahas fenomena fobia terhadap agama dalam Sidang Reguler ke-16 Majelis Hukama Muslimin di Manama, Bahrain tersebut.

Selain membahas fenomena tentang fobia terhadap agama, Quraish Shihab menyoroti isu mengenai perubahan iklim saat menjadi pembicara dalam sidang Majelis Hukama Muslimin.

Quraish Shihab menjelaskan, Majelis Hukama Muslimin (MKM) sebagai lembaga lintas-negara yang menghimpun pakar dan ulama Muslim untuk memperkuat nilai-nilai koeksistensi memandang pembahasan mengenai tantangan-tantangan tersebut sebagai sesuatu yang mendesak untuk dilakukan saat ini.

Menurut dia, MHM tidak hanya melihat dialog sebagai tuntutan untuk merespons realitas, tetapi merupakan opsi mendasar dan berlaku sepanjang masa. (Antara).