Program Rehabilitasi Mangrove di Kaltara Dapat Bantuan Pendanaan dari Bank Dunia

Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono melakukan pertemuan di Hotel Tarakan Plaza, Tarakan, Senin (21/11). ANTARA/Susylo Asmalyah.

TARAKAN – Pemerintah Indonesia akan melakukan percepatan rehabilitasi mangrove di Provinsi Kalimantan Utara dengan mendapat bantuan pendanaan dari Bank Dunia.

“Skema pendanaannya akan difasilitasi oleh World Bank sehingga tidak hanya bertumpu pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan APBN,” kata Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang saat melakukan Audiensi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Melalui Program Indonesia’s Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) dengan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono di Hotel Tarakan Plaza, Tarakan, Senin 21 November 2022.

Agenda rehabilitasi mangrove tersebut dimulai bertahap mulai tahun 2023 dan rencananya dilakukan dengan skema tahun jamak dengan target lahan seluas 24.543 hektare hingga tahun 2025.

Untuk tahun 2023, pemerintah merencanakan penanaman mangrove di areal seluas 11.986 hektare, sedangkan tahun 2024 seluas 8.992 hektare dan tahun 2025 seluas 4.635 hektare.

Sebelumnya, pada tahun 2021, pemerintah juga telah melaksanakan penanaman serupa sebagai upaya memuluskan pemulihan ekonomi nasional. Bedanya, untuk tahun 2023, penanaman mangrove akan dilakukan secara multiyears sehingga tidak hanya fokus pada proses penanaman, tetapi juga pemeliharaan.

Gubernur Zainal mengatakan ada juga kegiatan penguatan desa yang akan mendampingi pengelolaan mangrove, serta paket peningkatan ekonomi dalam bentuk penguatan usaha yang berkaitan dengan pengelolaannya.

Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan proses penerbitan regulasi sebagai penguatan pengelolaan mangrove. Dalam hal ini, BRGM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang menyelesaikan peraturan pemerintah sehingga mangrove yang budi daya bisa dimanfaatkan dengan baik.

“Di luar regulasi tersebut, KKP, BRGM dan KLHK juga sedang mempertimbangkan pengaturan insentif dalam pengelolaan mangrove di area penggunaan lain (APL),” katanya.

Dengan demikian, fungsi mangrove tidak hanya sebagai pelindung abrasi, tetapi juga menjadi lahan investasi yang menjanjikan dalam bentuk mitigasi perubahan iklim.

“Investor sudah ada yang menjajaki kita saat ini, semoga saja segera ada perubahan regulasi sehingga proses percepatannya dapat segera dilakukan,” tambah Gubernur Zainal.

Sementara itu, Kepala BRGM Hartono mengatakan pihaknya terus melakukan peta jalan mangrove yang isinya memberikan arahan percepatan rehabilitasi.

“Ini kami gunakan untuk menyatukan gerak langkah dan pemilihan tempat serta pendanaan agar percepatan rehabilitasi mangrove dapat berkelanjutan,” katanya.

Provinsi Kaltara juga akan menjadi salah satu proyek percontohan pelaksanaan program Indonesia’s Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) yang bertujuan meningkatkan pengelolaan mangrove dan mata pencaharian masyarakat setempat di lanskap pesisir terpilih.

“Program ini akan mendukung reformasi kebijakan dan kelembagaan sebagai dasar untuk pengelolaan mangrove yang lebih efektif, sejalan dengan rehabilitasi skala besar kawasan mangrove yang terdegradasi dan terdeforestasi dan penciptaan peluang mata pencaharian yang lebih baik bagi masyarakat pesisir,” kata Hartono.

Komponen utama dari program M4CR meliputi penguatan kebijakan dan kelembagaan pengelolaan mangrove. Selanjutnya rehabilitasi dan pengelolaan lanskap mangrove secara berkelanjutan untuk mendukung konservasi mangrove secara nasional seluas 700.000 hektare.

Komponen berikutnya adalah meningkatkan peluang mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar mangrove. Komponen ini mendukung pengembangan mata pencaharian dan bisnis yang berkelanjutan di desa-desa sasaran untuk mengurangi tekanan degradasi pada hutan mangrove dan meningkatkan peluang mata pencaharian yang berkelanjutan.

Komponen terakhir adalah manajemen program dana M4CR akan dikelola oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Dana (BPDLH) yang bekerja sama dengan KLHK, BRGM, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta keterlibatan aktif pemerintah daerah.

Pada awalnya proyek ini akan dilaksanakan pada empat provinsi, yakni Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.

(ANTARA)