Dukung Smelter Tanah Bumbu Kalsel, Komisi VII DPR: Program Hilirisasi Harus Realistis

Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin.

JAKARTA– Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mendukung pembangunan smelter nikel di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Desa Sungai Dua, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Menurut Mukhtarudin, hilirisasi di sektor mineral dan batubara (minerba) telah menjadi amanat Undang-undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Jadi saya kira kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tentu untuk memberikan nilai tambah,” tutur Mukhtarudin saat dihubungi Wartawan, Selasa, (27/12/2022).

Politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini mengatakan hilirisasi industri tambang menjadi suatu keharusan. Produk nonrenewable ini tidak bisa dibiarkan terus menerus karena suatu saat akan habis tergerus, ekspor produk primer juga minim nilai tambah.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Apresiasi PT Pertamina Jadi BUMN Kontributor TKDN Terbesar Tahun 2023

“Karena itu, keputusan untuk membangun smelter atau industri pengolahan mineral di dalam negeri perlu didukung,” beber Mukhtarudin.

Program hilirisasi industri yang diinisiasi Kementerian Perindustrian sejak tahun 2010 dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja, dan memberi peluang usaha di Indonesia.

Kendati demikian, Mukhtarudin mengatakan pemerintah dalam hal ini harus serius dalam mengimplementasikan kebijakannya. Artinya, lanjut Mukhtarudin perlu kebijakan percepatan hilirisasi dalam negeri juga berpacu dengan kecepatan kebutuhan industri global.

“Jadi pemerintah harus serius dan fokus dalam kebijakan program hilirisasi tersebut, jangan parsial dan tentu tetap berpegang kepada aturan dan memperhatikan lingkungan,” imbuh Mukhtarudin.

BACA JUGA:   Legislator Golkar: Mari Perkuat Ikatan Kebangsaan Pasca Pemilu 2024

Mukhtarudin menuturkan meski program hilirisasi sangat bagus, kalau penerapan tidak cermat bukan mustahil hal ini justru kontraproduktif.

Sebab, menurutnya, pembangunan industri hilir mineral tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena program ini membutuhkan dukungan teknologi, peralatan, sumber daya manusia (SDM) yang memadai dan investasi yang sangat besar.

“Semoga kebijakan hilirisasi ini tidak tanggung-tanggung, tapi sampai produk jadi, tenaga kerja dalam negeri dan alih teknologi, peningkatan TKDN, harus jadi perhatian dan prioritas ,” pungkas Mukhtarudin.

(adista)