Warga Barito Timur Diingatkan Waspada Karhutla

Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Damkar Barito Timur, Ery Handrico. ANTARA/Habibullah.

TAMIANG LAYANG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD Damkar) Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, mengingatkan masyarakat agar8 meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan.

“Perlu diwaspadai karena berdasarkan data dan informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau di 2023 akan lebih kering,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD Damkar) Barito Timur Ery Handrico di Tamiang Layang, Senin 30 Januari 2023.

Menurut dia, musim kemarau pada 2023 akan lebih kering, dibandingkan dengan periode tiga tahun terakhir yakni 2020-2022. Kondisi itu berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

BACA JUGA:   Penjabat Bupati Bartim Harap Ketua KONI Terpilih Mampu Memberikan Dampak Baik Bagi Olahraga

Untuk itu, kata dia, pencegahan karhutla harus dilakukan sejak dini sebagai bentuk antisipasi. Ditambahkan Eric, musim kemarau tigan tahun sebelumnya masih sering terjadi hujan, maka pada 2023 ini intensitas hujan akan jauh menurun.

“Pulau Kalimantan merupakan salah satu daerah yang harus meningkatkan kewaspadaan karena selama ini masuk dalam kategori rawan karhutla. Terkhusus personel BPBD Damkar Barito Timur sudah siap dalam menanggulangi bencana terutama karhutla,” kata dia.

Dia pun menjelaskan, BMKG juga memprediksi akan fenomena El Nino hingga enam bulan ke depan. El Nino diprediksi sejak Maret hingga Mei 2023.

BACA JUGA:   Dishub Bartim Fasilitasi Pemudik Jelang Lebaran

Seluruh elemen masyarakat harus waspada terjadinya angin kencang, puting beliung hingga hujan lebat dengan durasi yang relatif sebentar.

Tidak hanya itu, kewaspadaan yang tinggi perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penurunan curah hujan bersamaan dengan keadaan kekeringan.

“El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Dampaknya dapat menyebabkan iklim akan lebih kering dan curah hujan akan cenderung di bawah normal,” ujar Ery Handrico.

(ANTARA)