Dosen Fisip UPR Tanggapi Pernyataan Dekan

IST/BERITASAMPIT - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR), Paulus Alfons Yance Dhanarto, S.IP.,M.I.D.

PALANGKA RAYA – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR), Paulus Alfons Yance Dhanarto, S.IP.,M.I.D menanggapi perihal pernyataan yang disampaikan oleh Dekan FISIP UPR, Prof. Drs. Kumpiady Widen, MA., Ph.D.

Menurut Paulus narasi yang disampaikan Prof. Kumpiady yang menjadikan Permenristekdikti Nomor 21 Tahun 2018 sebagai hal yang men-delegitimasi petisi Gerakan Dekonstruksi FISIP UPR karena bukan mengatur tentang Dekan, merupakan narasi yang sama digunakan oleh Plt Wakil Rektor II pada waktu menghadapi perwakilan civitas akademika FISIP UPR yang meminta waktu melakukan audiensi dengan rektor UPR pada tanggal 30 Januari 2023.

“Pada waktu itu, Plt Wakil Rektor II menggunakan narasi yang sama dengan penyampaian yang terlihat emosional dan intimidatif. Narasi yang sama antara dekan dan PLT Wakil Rektor ini, patut diduga sebagai sebuah bentuk kolaborasi informal antara unsur fakultas dan unsur rektorat dalam menjalankan scenario tertentu terkait situasi bermasalah di FISIP UPR,” ungkap Paulus kepada Berita Sampit, Senin 13 Februari 2013.

Permenristekdikti Nomor 21 Tahun 2018 merupakan salah satu dari beberapa rujukan peraturan perundang-undangan dalam petisi Gerakan Dekonstruksi FISIP UPR. Bantahan terhadap salah satu rujukan ini tidak serta-merta membuat hal lain dalam petisi ini menjadi salah.

BACA JUGA:   Satgas JPH Kemenag Kalteng Sosialisasi Kampanyekan Wajib Halal Oktober

“Permenristekdikti Nomor 21 Tahun 2018 memang mengatur tentang pengangkatan pimpinan perguruan tinggi negeri, dalam hal ini rektor bukan dekan. Namun karena tidak adanya peraturan yang khusus untuk dekan, maka menggunakan permen ini sebagai rujukan merupakan hal yang logis sebagai dasar pertimbangan secara legal formal. Dengan kata lain, bila untuk pengangkatan Rektor menggunakan aturan tersebut, maka dengan logika yang sama substansi dalam aturan tersebut bisa digunakan untuk menjadi rambu-rambu terkait jabatan dibawahnya (dekan),” beber Paulus

Negasi atas aspirasi Gerakan Dekonstruksi FISIP UPR dengan hanya menggunakan alasan ketidak-tepatan rujukan, merupakan tindakan yang mengabaikan substansi. Dalam kehidupan bersama dan penyelenggaraan negara, aspek prosedural tidak dapat menggantikan aspek substansial.

Justru prosedur diciptakan dalam rangka pencapaian substansi. Melihat dan merasakan situasi yang terjadi di FISIP UPR, termasuk indikasi adanya kolaborasi informal antara aktor fakultas dan rektorat, saya rasa akan menjadi lebih baik jika polemic ini diakhiri. Dalam hal ini, Rektor menjadi tumpuan harapan atas putusan yang berkeadilan.

“Saya mengusulkan langkah terbaik bagi Rektor adalah memberhentikan Dekan FISIP UPR (karena sudah melewati masa jabatan) dan menunjuk PLT atau Pj melalui sebuah Surat Keputusan Rektor. Pemberhentian ini merupakan mandat Statuta. Lebih jauh, PLT yang ditunjuk diberikan mandat untuk menata kembali jabatan dalam unit dan membentuk kembali Senat FISIP UPR sesuai dengan aturan dan kepantasan,” tutup Paulus

BACA JUGA:   Empat Petahana Dapil I Berhasil Amankan Kursi DPRD Palangka Raya

Sebelumnya, Kumpiady Widen menanggapi perihal petisi yang disampaikan oleh massa Gerakan Dekonstruksi Fisip UPR kepada Rektor UPR beberapa waktu lalu.

Menurut Kumpiady, mereka sudah mengkaji secara ilmiah dan yuridis lima poin petisi dari Ricky yang merupakan dosen di FISIP UPR.

Terkait tudingan ini, Kumpiady menjelaskan Permenristekdikti Nomor 21 Tahun 2018 itu hanya mengatur masa jabatan pimpinan perguruan tinggi. Pimpinan perguruan tinggi adalah rektor, ketua dan direktur. “Tidak mengatur masa jabatan dekan,” ujarnya.

Sedangkan terkait perpanjangan masa jabatannya yang lebih dua tahun ini sudah sesuai dengan SK Rektor UPR Nomor 2641/UN24/KP/2020 tanggal 1 September 2020 yang tertulis : memperpajang masa jabatan Prof Drs Kumpiady Widen sebagai Dekan FISIP UPR, sampai dengan dilantikanya dekan FISIP UPR definitif.

“Jadi, perpanjangan jabatan ini berlaku sampai dilantikanya dekan yang baru. Itu yang perlu digarisbawahi. Jadi secara de jure, SK Rektor tetang perpanjangan jabatan itu sudah benar dan sah secara hukum,” kata Kumpiady.

(RAHUL)