TERCATAT..!!! Penomena Mobil Bak Terbuka, Sudah 31 Nyawa Melayang di Wilkum Polres Kotim

    Oleh: A. Uga Gara

    PERISTIWA naas yang terjadi di ruas Jalan Tjilik Riwut, Kilometer 32, Desa Pundu, Kabupaten Katawaringin Timur (Kotim), mengingatkan kita kembali dengan peristiwa serupa sebelumnya yang terjadi wilayah hukum ( Wilkum) Polres Kotim.

    Serupa, karena peristiwa tersebut sama-sama memakan korban jiwa yang jumlahnya lebih banyak. Peristiwa terjadi kembali di Wilkum Polres Kotim. Untuk ketigakalinya melibatkan kendaraan mobil bak terbuka.

    Pada tahun 2011, tepatnya tanggal 23 September, sekitar pukul 23.00 WIB di Desa Jemaras, Kecamatan Cempaga terjadi kecelakaan lalu lintas (lakalantas) melibatkan truk calon karyawan perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit.

    Dalam peristiwa itu, dari 32 penumpang yang keseluruhannya berasal dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, 14 orang merenggang nyawa dan 20 orang mengalami luka-luka setelah truk terbalik dan masuk kedalam lumpur sedalam 8 meter.

    Peristiwa serupa terjadi di awal tahun 2013. Tanggal dan waktu kejadian hampir mendekati, tepatnya tanggal 2 Januari, sekitar pukul 06.15 WIB. Sedangkan peristiwa di Pundu terjadi pada tanggal 3 Februari 2018, sekitar pukul 06.00 WIB.

    Dalam peristiwa yang terjadi di kawasam perkebunan kelapa sawit PT Uni Primacom, yang beroperasi di Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur itu memakan korban 6 orang karyawan. Setelah truk yang mengangkut karyawan sebanyak 14 orang mengalami kecelakaan tunggal.

    Mobil dump truk yang digunakan untuk mengangkut barang, tetapi digunakan oleh perusahaan untuk mengakut manusia dengan jumlah yang banyak tersebut, karena dianggap murah dan efisien tiba-tiba terbalik dan masuk selokan.

    Baru-baru ini peristiwa buruk terulang kembali di wilayah Wilkum Polres Kotim. TKP di ruas Jalan Tjilik Riwut, Kilometer 32, Desa Pundu, Kotim. Sebuah mobil pikap bertabrakan dengan mobil truk pengangkut semen.

    Akibat benturan keras, mobil pikap rinsek dan terbakar. Peristiwa itu, tercatat 11 orang penumpang mobil bak terbuka meninggal dengan kondisi menggenaskan, dari 14 penumpang. Sedangkan 3 orang lainnya, mengalami luka berat dan kini mrnjalai perawatan intensip di rumah sakit.

    Dalam tiga kali peristiwa menggenaskan, tercatat sebanyak 31 orang mati sia-sia di jalan dan 31 orang mengalami luka berat, setelah menumpang mobil bak terbuka. Peristiwa buruk ini nampaknya belum jadi pembelajaran.

    Judul yang sama, ketika peristiwa kembali terulang, pejabat yang berwenang mengawasi dan menindak, kembali “berpantun”. Pantun kemudian dibalas dengan pantun. Pantun Kepala Dinas Perhubungan Kotawaringin Timur, H Fadlian Noor mengingatkan kembali masyarakat agar tidak mengangkut penumpang dengan mobil bak terbuka.

    Pernyataan serupa pada peristiwa di tahun-tahun sebelumnya. Pada kejadian tahun 2011, Dinas Perhubungan setempat langsung bereaksi ketika itu dengan melakukan penyelidikan. Sementara pihak Kepolisian langsung melakukan tindakan terkait pelanggaran. Namun tidak jelas sangsi hukumannya.

    Ironis, reaksi-reaksi dua institusi tersebut setelah peristiwa terjadi. Sudah nyawa melayang. Padahal untuk mencegah peristiwa buruk terulang kembali tidak cukup dengan himbauan. Tetapi juga diperlukan tindakan tegas bagi yang melanggar.

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah dengan tegas melarang. Kecuali ada alasan lain. Dalam Pasal 47 ayat (2), mobil angkutan terbuka maupun tertutup dilarang mengangkut penumpang, serta aturan dalam Pasal 303, mobil barang atau bak terbuka untuk mengangkut orang tanpa alasan akan diancam kurungan 1 bulan penjara atau denda Rp 250 ribu.

    Dalam Pasal 153 Ayat (2) menjelaskan bahwa angkutan orang dengan tujuan tertentu, diselenggarakan atau wajib dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus. Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan barang dan atau kendaraan bak terbuka.

    Ini artinya, mobil bak terbuka sebagai mobil barang hanya diperuntukkan sebagai mobil yang mengangkut barang, bukan mengangkut orang. Tapi, ada pengecualiannya yang diatur dalam Pasal 137 ayat (4) UU LLAJ, menyebutkan “mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali”:

    1. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;

    2. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

    3. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

    Apa yang dimaksud dengan “kepentingan lain”? Menurut penjelasan pasal ini, adalah kepentingan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan keamanan, sosial, dan keadaan darurat yang disebabkan tidak dapat menggunakan mobil penumpang atau mobil bus.

    Dari penjelasan diatas, hanya Kepolisian dan Dinas Perhubungan yang memiliki wewenang melarang atau membolehkan penggunaan mobil barang. Namun yang terjadi, aparat baru bereaksi ketika peristiwa terjadi.

    Seperti kita ketahui, mobil pikap naas si Desa Pundu tersebut datang dari Kalimantan Barat. Mengangkut rombongan yang hendak mengikuti Tablig Akbar Ustad Lutfi dalam pertemuan silaturahmi seluruh umat Islam di Pelaihari, Kalimantan Selatan.

    Selama dalam perjalanan, kita pastikan rombongan tersebut melintasi depan Pos-pos Polisi Lalu Lintas. Bayangkan bagaimana rombongan tersebut bisa lolos melewati pos. Perjalanan rombongan terhenti setelah peristiwa terjadi. (***)