Definisi Terorisme Ganjal RUU Teroris jadi UU

    JAKARTA – Wakil Panitia Khusus (Pansus) RUU Teroris dari Fraksi PPP DPR RI, Arsul Sani mengakui bahwa saat membahas revisi RUU Teroris sangat banyak masukan, baik dari masyarakat sipil maupun Ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah serta LSM agar RUU ini jadi UU benar-benar tepat sasaran sehingga jelas antara perbuatan teroris dengan tindak pidana.

    “Melihat dari pembahasan yang sudah dua tahun berlangsung yang masih ramai dipusatkan terakhri ini materi soal definisi terorisme, sehingga jika definisi ini disepakati, maka akan bisa dijadikan UU,” kata Arsul Sani dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘RUU Teroris Dikebut, Mampu Redam Aksi Teror? Di Media Center DPR, Senin (15/5).

    Hadir Anggota Komisi III Fraksi PKS DPR RI, Nasir Djamil dan Peneliti dan Penulis Buku Ancaman ISIS, Prof Poltak Partogi Nainggolan.

    Soal menyatukan definisi terorisme sudah diadakan pertemuan dengan Menko Polhukam A Wiranto dengan fraksi koalisi yang hasilnya sudah sepakat. “Hanya menunggu persetujuan dari fraksi diluar koalisi nantinya,” ucapnya.

    Inilah definisi Terorisme yang masih diperdebatan, Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional.

    “Berkembang lagi rumusan yang diajukan ditambahi dengan frase motif politik, motif ideologi dan atau ancaman terhadap keamanan negara. Sehingga nanti akan dibahas lagi soal definisi yang tepat,” ujar Arsul.

    Sedangkan Anggota Anggota Komisi III Fraksi PKS DPR RI, Nasir Djamil melihat dari pembahasan materi RUU itu, maka nanti bulan Juni bisa selesai jadi UU.

    “Jadi, jangan diancam-ancamlah kami di DPR ini jika tidak selesai akan dikeluarkan Perppu segala. Itu tidak baik. Kan, sekarang ini yang masih sedikit terkendala adalah soal definisi terorisme saja. Jika sudah jelas kategori terorisme, maka akan jelas juga mana tindakan teroris, mana tindakan pidana biasa. Jangan terjadi, orang yang sakit hati kerja di Starbucks, lalu dia membunuh di tempat itu dikenakan pasal teroris, padahal ini tindak pidana,” ujarnya,
    Jika defini terorisme ini jelas, maka akan jelas juga siapa yang akan menanganinya. Sambungnya.

    Peneliti dan Penulis Buku Ancaman ISIS, Prof Poltak Partogi Nainggolan sangat menyayangkan tentang sikap beberapa anggota yang ikut membahas materi RUU Teroris karena kahadiran mereka sangat minim.

    “Bagaimana bisa selesai RUU ini jadi UU ketika waktu pembahasan, menunggu kehadiran anggota sampai waktu dua jam. Bagi saya kejadian ini benar-benar tidak masuk akal saja,” ucapnya.

    Dia juga melihat perkembangan RUU Teroris menjadi berlarut-larut karena ada materi yang sudah sepakat menjadi mentah lagi.

    Dia ambil contoh ketika TNI bersikap ikut satu arah dengan pemerintah tetapi karena dalam pembahasan terus ditanya oleh anggota DPR terpancing dijawab mentah lagi. “Padahal jika soal itu tidak diutak-atik lagi, satu masalah sudah selesai,” katanya.

    Dia justru mempertanyakan kenapa soal pembahasan RUU Teroris ini yang diributkan soal keterlibatan TNI dan Polri sementara badan yang utama penanganannya BNPT (Badan Nasionan Penanggulangan Terorisme) seperti lepas tangan dalam melaksanakan tugas padahal dana banyak diberikan kepada mereka.

    “Seharusnya BNPT inilah yang bekerja dengan mengumpulkan data yang akurat, pasti akan mudah mengetahui dimana saja keberadaan teroris itu,” uapnya.

    Mendengar dari pernyataan Nasir Djamil bahwa bulan Juni RUU Teroris jadi UU, dia langsung bersyukur semoga cepat jadi UU sehingga ada dasar hukum kuat untuk memberantas teroris.

    (jan/Beritasampit.co.id)

    EDITOR : MAULANA KAWIT