PT IPK Bangun Kebun di Luar HGU, Tokoh Masyarakat Tanyakan Ini ke Pemda

    Editor : Maulana Kawit

    SAMPIT – Mantan Kepala Desa Pahirangan M Abadi meminta kepada pemerintah daerah agar aturan berkaitan dengan pembukaan lahan yang berada di kawasan Hutan Produksi (HP) dan (HPK) benar-benar di tegakkan agar tidak ada kesenjangan sosial bagi masyarakat yang ada di Kotim ini.

    “Selama ini kami sebagai masyarakat sangat kesulitan membuka lahan baik untuk kebun pribadi dan plasma di kawasan HP dan HPK karena harus mengurus izin pelepasan kawasan, akan tetapi apakah aturan ini berlaku hanya untuk masyarakat saja sedangkan perusahaan bisa bebas melakukan pembukaan lahan tanpa dasar hukum yang kuat,” ujarnya. Rabu (16/1/2019).

    Abadi juga mempertanyakan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) apakah hanya untuk pengusaha atau sebagai dasar hukum membangun kebun atau sebaliknya untuk menghilangkan hak masyarakat. Karena menurutnya selama ini yang terjadi justru HGU dipergunakan oleh pihak perusahaan sebagai alat menakut-nakuti masyarakat.

    “Karena jika melihat fakta yang terjadi contohnya di PT Intiga Prabhakara Kahuripan (IPK), Kecamatan Mentaya Hulu ini, mereka mengakui sendiri bahwa mereka membangun kebun di luar HGU. Namun yang perlu memperjelas itu sendiri adalah pemerintah daerah apakah dibenarkan jika lahan yang masih berstatus kawasan HP dan HPK diberikan sertifikat HGU,” lanjutnya.

    Selain itu dirinya juga mempertanyakan apakah membuka lahan pada status kawasan HPK dan HP tidak melanggar aturan atau merugikan negara, jika tidak memperoleh izin pelepasan kawasan dari Kementerian RI.

    “Jika memang itu dibenarkan secara hukum dan aturan berarti masyarakat juga boleh membuka lahan tanpa dasar-dasar peraturan yang ada di negara ini, saya sendiri siap laporkan kasus ini,” tegasnya.

    Sementara itu menurutnya jika mengacu pada Peraturan Pemerintah RI nomor 40 tahun 1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah di Bab II
    pemberian hak guna usaha dan bagian ke dua pasal 4 ayat 1 tanah yang dapat diberikan hak guna usaha adalah tanah negara.

    “Dalam hal tanah yang diberikan dengan hak guna usaha itu adalah tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian hak guna usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan di keluarkan dari statusnya sebgai kawasan hutan ini yang berbicara aturan,” imbuhnya.

    Dalam hal ini dia tegaskan apakah dibenarkan apabila PT IPK mempunyai Hak Guna Usaha sementara status kawasan masih berstatus kawasan Hutan Produksi dan HPK.

    Diketahui kasus ini bermula ketika pihak PT IPK memberikan tali asih sebesar 250 juta terkait permasalahan lahan dengan masyarakat di Desa Pahirangan tersebut sebagai bentuk penyelesaian perkara yang terjadi antara masyarakat setempat dengan pihak perusahaan.

    (drm/beritasampit.co.id)