Mahasiswi Fakultas Hukum UPR: Wacana Perpanjangan Jabatan Presiden 3 Periode Coreng Demokrasi

IST/BERITA SAMPIT - Novita Sari, Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya

PALANGKA RAYA – Novita Sari, Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya menyebutkan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Republik Indonesia mencoreng Demokrasi.

Sebab, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa Pemilu dilakukan lima tahun sekali dan pada Pasal 7 UUD 1945 mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden bersifat tetap. yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Menurut dia, desakkan elite politik ini tak ujuk-ujuk. Berawal dari pendapat penundaan Pemilu yang disampaikan beberapa partai politik yang dapat berimbas ke perpanjangan masa jabatan Presiden.

BACA JUGA:   BEM UPR Ancam Demo Bank Kalteng Jika Kartu ATM Beasiswa TABE Tak Kunjung Dicetak

“Wacana penundaan pemilu tersebut amatlah problematik karena tidak memiliki alas argumentasi konstitusional yang kuat,” kata Novita Sari, Selasa 22 Maret 2022.

Dia menilai, wacana tersebut juga membawa potensi imbas lain, yaitu bertambahnya masa jabatan Presiden serta lembaga lain yang dipilih melalui Pemilu seperti MPR, DPR, DPD, DPRD, bahkan Kepala Daerah.

Alih-alih memfokuskan perannya dalam pengawasan kinerja Pemerintah di tengah masa Pandemi COVID-19, agar dapat menyelesaikan tugas-tugasnya tepat waktu sesuai ketentuan dalam Konstitusi.

BACA JUGA:   Kalapas Sampit dan Ka KPLP Raih Predikat Camlaude Wisuda di UPR

Partai politik yang merupakan bagian dari fraksi di DPR tersebut justru mengusulkan jalan yang melenceng dari koridor peraturan perundang-undangan.

“Perjuangan para Reformasi berdarah-darah memperjuangkan demokrasi. Kita harus belajar kepada sejarah,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Novita Sari berpendapat, Penundaan Pemilu tersebut juga berpotensi mencoreng muka bangsa karena ingkar pada komitmen dalam bernegara yang tertuang dalam Konstitusi.

“Selain itu, penundaan Pemilu juga sama artinya menunda regenerasi kepemimpinan yang seharusnya terus berjalan demi menghindari kekuasaan yang terlalu panjang yang berpotensi membuka praktik korupsi,” pungkasnya. (Hardi/beritasampit.co.id/Rilis)