Desa Habangoi Desa yang Damai dengan Alam

Pemandangan Alam di Desa Tumbang Habangoi

KASONGAN – Masyarakat Desa Habangoi Kecamatan Petak Malai Kabupaten Katingan sudah membuktikan tentang ketahanan mereka dalam mempertahankan tradisi dan ritual berladang mereka, yang menghasilkan pengetahuan tentang banyak sekali varietas padi lokal.

Untuk lebih dekat mengenai desa ini penulis diberikan penjelasan oleh mantan Kepala Desa Tumbang Habangoi Yusup Roni. Bumi Tana Malai Dohoi Mokoraja demikianlah warga lokal menyebut desa paling hulu dipedalaman sungai Samba anak sungai Katingan ini.

Desa yang dihuni oleh asli suku Dayak UUT Danum orang menyebutnya Dohoi, orang pedalaman yang kehidupannya sejak lahir hingga meninggal dan menyambung hidup hingga ritual adat turun-termurun dari leluhur selalu tak terpisahkan dengan alam.

Dia mengatakan Tana Malai adalah tanah yang menjanjikan kesejahteraan, jika dikelola dengan arif dan bijaksana, kesetiaan dan kepatuhan dalam harmoni kehidupan.

Sedangkan Dohoi adalah subsuku Dayak uut Danumpenjaga Jantung Borneo dari Zaman, Kolimoi, Tahtum, hingga kini dan selamanya.

“Mokaraja adalah sebutan kami orang DOHOI tentang Gunung tertinggi di Kalimantan yaitu Bukit Raya 2278 MDPL yang terletak dihulu sungai Samba gerbang Wisata Alam desa Tumbang Habangoi yang merupakan the Seven Summits Indonesia. Mokoraja juga berarti adalah sesuatu yang tinggi dan besar, tak ada yang mampu menandinginya, agung dan digdaya, terkenal dimanapun juga,” jelasnya

Tumbang Habangoi merupakan Desa satu-satunya di Jantung Borneo yang tidak memperbolehkan masyarakatnya melakukan pertambangan emas illegal dan tidak menerima masuknya perusahaan perkebunan sawit, demi keberlangsungan hutan lestari.

“Hanya berdamai dengan alam yang membuat kita mengerti bahwa, alam adalah bagian dari nafas kehidupan kita. stop invasi hutan, sungai, gunung dan danau, sebab alam raya sekolahku,” pungkasnya

(Kawit)