Dampak Pemberian Izin Perkebunan Sawit Tanpa Diawasi Dinilai Menuai Polemik

IST/BERITA SAMPIT - Akademisi Kotim, Riduan Kesuma

SAMPIT – Tokoh akademisi Kotawaringin Timur (Kotim) Riduan Kesuma menilai dampak dari kebijakan perintah daerah dan pusat yang memberi izin kawasan perkebunan sawit tanpa di awasi oleh instansi berwenang selama puluhan tahun menuai polemik.

“Seperti, kebun masyarakat masuk HGU PBS, hutan adat masuk HGU, hutan lindung/konservasi jadi kebun sawit PBS dan masih banyak lagi masalahyang tak kunjung selesai,” kata Riduan, Minggu 2 Juli 2023.

Riduan menyampaikan terlebih lagi dari data yang ia terima berdasarkan SK Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) No. 531/menklhk/kum/1/8/2021 dan SK KLHK no. 359/menklhk/setjend/kum/1/6/2021, di Kotim terdapat puluhan perusahaan besar swasta (PBS) merambah hutan negara di luar hak guna usaha (HGU) mereka yang sah dengan nilai luasan 270.726 hektare.

BACA JUGA:   Berikut Jadwal Kapal PT Pelni Dari Sampit Untuk Maret April 2024

“Dan perambahan hutan negara ini sudah berlangsung puluhan tahun hal ini merugikan pemerintah pusat dan daerah dari sektor pajak,” imbuhnya.

Bahkan lebih gilanya lagi kasus tersebut terjadi di seluruh Indonesia dengan luasan total 3,3 juta hektare dan melanggar Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 110 A & Pasal 110 B.

“Kalau diterapkan pasal ini hanya di jatuhkan sangsi denda administratif saja atau kalo istilah opung LBP di putihkan,” ujarnya.

BACA JUGA:   Seorang Wanita Ditemukan Tewas Gantung Diri di Desa Pelantaran

Dirinya sepakat saja diputihkan, akan tetapi buat sertifikat atas lahan tersebut atas nama pemerintah daerah (pemda) setempat, bukan atas nama PBS.

“Dan pemda menunjuk BUMD untuk menggali PAD nya dengan harapan 50 persen pendapatannya untuk kas daerah dan 50 persen untuk program CSR masyarakat sekitar kebun, ini adalah win win solution untuk semua pihak,” pungkasnya. (Nardi)