Tidak Hanya Pagi, Kabut Asap Juga Turun Sore Hari dan Baunya Bikin Sesak Napas

ILHAM/BERITA SAMPIT - Kondisi kota Sampit yang diselimuti kabut asap disertai bau di pagi hari, Jumat 8 September 2023.

SAMPIT – Tidak hanya pagi hari, kabut asap juga turun di sore hari, bahkan dengan bau menyengat dampak dari tumbuhan atau tanaman yang terbakar karena masih maraknya kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Kabupaten Kotawaringin Timur.

Asap dari karhutla ini semakin membahayakan kesehatan, bencana ini mulai menimbulkan keresahan di masyarakat kota Sampit, karena polusi udara sudah tidak sehat yang bisa menyebabkan masyarakat terjangkit penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Selain bau yang menyengat, asap yang turun di pagi dan sore hari yang mengepung kota Sampit ini juga membuat mata perih hingga batuk-batuk, dan inilah dampak yang mulai dirasakan warga.

Pantauan media ini, kabut asap yang menyelimuti Kota Sampit pada Jumat 8 September 2023 pagi pukul 05.00 WIB hingga 07.00 WIB, asap menyelimuti kota Sampit dengan jarak pandang 50-100 meter.

BACA JUGA:   Bupati Kotim Tegaskan PPPK Tidak Boleh Mengajukan Pindah Tempat Tugas

Sedangkan di sore hari, terlihat kabut tipis jiga turun dengan disertai bau menyengat, yang tentunya sangat berpengaruh dengan pernapasan mahluk hidup.

Bahkan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim, jumlah masyarakat yang terkena ISPA selama bulan Agustus mencapai 2.708 orang.

Sementara itu, kebakaran lahan juga masih terjadi di sejumlah wilayah di Kotim, terutama yang terparah ada di wilayah Kecamatan dalam kota di Kecamatan Baamang dan Mentawa Baru Ketapang. Kemudian di Mentaya Hilir Selatan (MHS), Teluk Sampit dan Kota Besi.

Sebelumnya, Karhutla ini juga menjadi sorotan Pengamat Hukum Kotim Nurahman Ramadani, S.H., M.H, yang menyayangkan penegakan hukum tidak optimal terhadap persoalan karhutla tersebut.

BACA JUGA:   Dua Bocah Jadi Korban Tabrak Lari Mobil Terekam CCTV, Begini Kronologis dan Identitasnya

Menurutnya, kerugian yang diakibatkan oleh karhutla cukup berdampak besar baik terhadap ekosistem dan juga kesehatan manusia.

Dalam persoalan ini, Ramadani meminta penegakkan hukum karhutla seharusnya lebih di optimalkan oleh aparatur penegakkan hukum, bukan hanya semboyan berupa spanduk, akan tetapi pendekatan secara sosial, kultural, dan humanis.

“Perlunya langkah represif apabila ada indikasi kesengajaan yang dilakukan oleh pemilik lahan, pelaku usaha maupun perkebunan untuk menghemat biaya pembukaan lahan dengan cara dibakar,” tegas Ramadani.

“Karena penegakkan hukum karhutla sejatinya menjaga kelestarian alam dan menyejahterakan kehidupan manusia dimasa kini dan akan datang,” pungkasnya. (ilm)