Batasi Social Commerce, DPR Dukung Revisi Permendag 50/2020

Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi dalam diskusi dialektika demokrasi di Media Center Parlemen Senayan Jakarta Selasa 26 September 2023.

JAKARTA– Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi mendukung langkah pemerintah untuk membatasi peran social media yang bertindak sebagai alat transaksi untuk perdagangan.

Menurut Intan, adanya tindakan pembatasan terhadap social commerce tersebut merupakan langkah tepat.

“Jadi intinya, kita harus revisi Permendag No 50/2020, kita harapkan bisa segera terbit dalam satu minggu ini,” kata Intan dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Media Center Parlemen Senayan Jakarta Selasa, 26 September 2023.

Dialog dengan tema, “Aturan Social Commerce dan Nasib UMKM” itu dihadiri anggota Komisi VI DPR Amin Ak dan Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero.

Politisi Fraksi PAN itu menegaskan bahwa social commerce tidak boleh bertindak sebagai produsen dan melakukan transaksi.

“Bahkan yang sangat mengganggu adalah ada transaksi yang tidak jelas perusahaannya dan sebagainya,” beber Intan

Oleh karena itu, Intan pun mendukung adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020. Di mana aturan perdagangan melalui sistem elektronik, berkembang terus.

BACA JUGA:   Mukhtarudin: Green Energy dan Green Industry Jadi Bagian Kehidupan

“Kita mengenal Tokopedia, Shopee, Lazada dan sebagainya. Mereka memang marketplace, artinya mereka adalah pasar secara online dan di situ memang terjadi transaksi,” jelasnya.

Selain itu, ada startup atau misalnya dan lain-lain yang disebut retail online. Begitu cepatnya dimanfaatkan menjadi sosial commerce di tanah air.

“Kalau bicara commerce tentu perdagangan tapi platform-nya adalah platform sosial. Nah inilah yang kemudian menjadi masalah besar, karena memang yang dijual di sana itu barang-barang yang notabene, mayoritas adalah dari luar dan kita tidak akan bisa komplain,” tandasnya.

Digitalisasi

Di tempat yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK mengatakan, era digitalisasi serta online tak bisa ditolak.

Diakui, hal itu memang membuat susah jutaan orang. “Walau di sisi lain juga menggembirakan orang yang lain. Jadi kalau dari sudut pandang konsumen, sekarang memang diuntungkan dengan transaksi yang begitu mudah,” tegas Amin.

Apalagi, lanjut Amin, mendapatkan barang yang secara mutu tidak terlalu mengecewakan. Selain itu, harganya sangat murah dan cara belanjanya juga praktis.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Dorong Percepatan Pengembangan Kendaraan Listrik di Tanah Air

“Tetapi yang kita bicarakan sekarang adalah soal UMKM. Ada 64 juta pelaku UMKM yang menyediakan lapangan kerja atau menyerap tenaga kerja kurang lebih 97 persen angkatan kerja kita dan kontribusi kepada PDB itu 60-an persen lebih,” ucapnya.

Karenanya, UMKM tanah air harus diperhatikan. “Yang dipermasalahkan dari TikTok Shop adalah social commerce yang digunakan atau difungsikan untuk berjualan, berdagang. Karena ini tidak fair,” imbuh Amin.

Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero menjelaskan, banyaknya barang impor yang masuk dengan harga yang murah, menjadi masalah. Masuknya produk impor yang sangat murah, membuat produk-produk lokal sulit untuk berkompetisi.

“Terjadi pergeseran antara belanja ofline menuju ke belanja online. Suka atau tidak suka, UMKM harus belajar migrasi ke situ, karena kalau tidak kita akan kolaps,” pungkas Edy Misero.

(Adista)