Pilpres 2024 akan Jadi ‘Game Changer Landscape’ Pileg dan Kekuatan Politik di Indonesia

diskusi Gelora Talks bertajuk 'Peluang Partai Baru Lolos ke Senayan, Rabu 10 Januari 2024.

JAKARTA – Sekretaris Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 akan menjadi ‘game changer landscape’ hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 dan konfigurasi kekuatan politik di Indonesia.

“Jangan-jangan nanti setelah Pemilu 2024 pada Februari nanti akan ada sejumlah partai baru yang masuk Senayan dan partai lama ke luar Senayan,” kata Mahfuz Sidik dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Peluang Partai Baru Lolos ke Senayan, Rabu 10 Januari 2024.

Hal itu disampaikan Mahfuz Sidik menanggapi hasil survei Median yang telah dirilis pada Senin (8/1/2024), yang memprediksi Partai Gelora dan PSI berpeluang lolos ke Senayan, karena tren elektabilitasnya terus mengalami peningkatan.

Diskusi ini dihadiri Direktur Riset Median Ade Irfan Abdurahman, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Cheryl Tanzil dan Direktur Eksekutif Algoritma Research & Consulting Aditya Perdana.

Menurut Mahfuz, banyak variabel baru yang akan mempengaruhi hasil Pemilu 2024, akibat adanya penggabungan pelaksanaan Pileg dan Pilpres secara serentak, diantaranya adalah adanya formasi koalisi baru yang akan terbangun secara permanen.

“Koalisi yang akan dibangun cenderung permanen, bukan konsolidasi 5 tahunan, tapi konsolidasi untuk empat Pemilu. Sehingga sangat mungkin ada partai baru yang masuk dan partai lama yang ke luar Senayan,” ujarnya.

Karena itu, partai politik (parpol) sejak awal harus cerdas dalam memandang Pemilu 2024 ini, termasuk dalam menentukan arah koalisi yang dipilih.

Sebab, nantinya format koalisi akan terkonsolidasi dalam satu kekuatan politik yang ada di eksekutif dan legislatif bakal dibentuk secara permanen.

“Makanya kita sayangkan kalau ada partai yang tidak ikut koalisi dan fokus pada Pileg saja. Yang ikut koalisi saja, kalau salah pilih koalisi, juga akan mematikan masa depannya sebagai sebuah partai. Jadi memang partai politik harus mengambil pilihan cerdas,” katanya.

Dalam situasi krisis global sekarang, kata Mahfuz, mengharuskan Indonesia untuk melakukan lompatan ke depan agar menjadi negara besar seperti menjadi kekuatan kelima dunia.

“Ide besar ini hanya mungkin terwujud, apabila ada satu formasi kekuatan politik nasional yang permanen. Dan Pemilu 2024 ini menjadi tulang punggungnya, untuk menyusun tentang Indonesia masa depan,” katanya.

Mahfuz berharap Partai Gelora dan PSI bisa menjadi tulang punggung kekuatan politik nasional baru secara bersama-sama di Senayan.

“Partai Gelora ini membawa pikiran-pikiran baru dari masyarakat Indonesia, sehingga bisa menjadi bagian dari tulang punggung kekuatan politik baru nasional. Mudah-mudahan Partai Gelora dan PSI bisa terus bersama-sama,” katanya.

BACA JUGA:   Komisi VII DPR RI Mendesak Kementerian ESDM Kaji Ulang PJUTS yang Bermasalah

Mahfuz menambahkan, Partai Gelora sangat confidence atau percaya diri bakal lolos ke Senayan memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen, karena memiliki berbagai program unggulan.

Yakni program berantas buta huruf Al Qur’an untuk pemilih muslim, kuliah gratis untuk pemilih muda, nutrisi ibu hamil, susu dan makan siang gratis untuk pemilih perempuan.

“Jadi secara presentasi, Partai Gelora sudah hampir 4 persen. Kita punya self confidence untuk mengatakan, per hari ini kita 3 persen, tinggal cari 1 persen lagi agar lulus parliamentary threshold. Saya kira ini akan kita perjuangkan,” pungkasnya.

Mulai Diserap Publik

Sementara itu, Direktur Riset Median Ade Irfan Abdurahman mengatakan, Median telah melakukan survei mengenai potensi partai baru apakah bisa masuk Senayan atau tidak, sudah dilakukan sejak November 2022 lalu.

“Pada saat itu, kami bertanya, bagaimana menurut pendapat anda apakah partai politik baru dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang akan dihadapi ke depan. Yang menjawab setuju kurang lebih 40,6 persen,” kata Ade Irfan.

Dengan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa partai baru memiliki potensi untuk menyelesaikan masalah yang akan mereka hadapi di masa akan datang. Data survei itu, terus dilakukan pembaruan oleh Median hingga November-Desember 2023.

“Terakhir kita lakukan pengambilan data dari tanggal 12 Desember 2023 sampai tanggal 1 Januari 2024 ada 1.500 responden yang kita tanya. Kita juga telah tetapkan 10 besar elektabilitas Pemilu Legislatif saat ini,” katanya.

Yakni pertama PDIP (20,8%), kedua Gerindra (20,1%), ketiga Golkar (8,5%), keempat PKB (8,0%), kelima Nasdem (7,6%), keenam PKS (5,4%), ketujuh PAN (4,1%), kedelapan Demokrat (4,0%), kesembilan PSI (2,9%) dan kesepuluh Partai Gelora (2,8%).

“Dan ini menariknya ada dua partai non parlemen PSI dan Partai Gelora. PSI dari 1,7 % pada bulan November menjadi 2,9% pada bulan Desember dan Partai Gelora dari 1,6% menjadi 2,8%. Jadi dalam kurun satu bulan dua partai ini mengalami kenaikan lebih dari 1 persen,” katanya.

Median menilai ada kenaikan elektabilitas dari PSI dan Partai Gelora yang cukup signifikan. Hal itu sangat luar biasa, sehingga membuat publik, termasuk Median penasaran.

“Apa sih alasan memilih kedua partai ini. Kalau di PSI itu alasan memilihnya itu, yang paling dominan ada anak mudanya, lalu ada Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka. Sedangkan dari Gelora, alasan memilihnya itu, karena suka program dan janjinya,” ungkapnya.

Ade Irfan menilai ada sosialisasi yang masif dari kader dan calon legislatif (caleg) Partai Gelora dalam satu bulan terakhir, sehingga program-program Partai Gelora mulai diserap dan diterima oleh publik.

BACA JUGA:   Teras Narang: Peran Generasi Muda Penting dalam Mengimplementasikan Nilai Kebangsaan

“Ini menarik buat saya, apalagi konteksnya sekarang Pemilu serentak. Biasanya orang jarang melihat ada program-program yang ditawarkan partai politik yang sudah ter-capture. Salah satu yang diingat oleh publik adalah kuliah gratis,” katanya.

Direktur Riset Median ini juga mengatakan, faktor popularitas Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah juga mempengaruhi tren kenaikan elektabilitas Partai Gelora, selain faktor-faktor di lapangan.

“Sehingga dari survei kami, disimpulkan ada dua partai nonparlemen yang kemungkinan masuk elektoral threshold, kalau mereka konsisten dengan cara-cara yang dilakukan dalam satu bulan ini. Kalau konsisten akan terus menaikkan elektabilitas PSI dan Partai Gelora, serta tidak menutup kemungkinan masuk Senayan, karena jaraknya sudah tinggal sedikit lagi,” tegasnya.

Lebih Percaya Diri

Pada kesempatan ini, Ketua DPP PSI Cheryl Tanzil mengatakan, pada Pemilu 2024 mereka lebih percaya diri dan optimistis bisa masuk ke parlemen.

Perombakan pengurus inti, yakni pengangkatan Kaesang anak Jokowi menjadi ketua umum, memberikan suntikan modal dan moral bagi PSI.

“Tim kami baru, pengalaman juga sudah ada di 2019 sehingga kami lebih optimistis. Meski muda, kami belajar cepat. Segmentasi kami sangat besar di anak muda,” kata Cheryl.

Cheryl mengatakan, PSI mengusung ideologi antikorupsi dan antiintoleransi. Menurut dia, dua isu tersebut diterima oleh kalangan anak muda.

Selain itu, jargon seperti ‘Ikut Jokowi PSI dan PSI Partai Jokowi’ membuat partai ini semakin dikenal masyarakat luas.

“Kami dukung Prabowo bukan hanya mengejar efek ekor jas, melainkan juga karena ada anak muda, Gibran,” tandas Cheryl.

Direktur Eksekutif Algoritma Research & Consulting Aditya Perdana menambahkan, apa yang dilakukan PSI dan Partai Gelora sebagai partai baru sudah sangat baik, tinggal dilaksanakan secara konsisten saja.

“Jadi saya pikir sudah sangat baik, tinggal dijalankan dan diimplementasikan secara konsisten, karena kita semua juga ingin melihat itu,” kata Aditya.

Aditya menilai naiknya tren elektabilitas PSI dan Partai Gelora ada faktor Jokowi Effect dalam lanskap perpolitikan Indonesia hari ini, dalam Koalisi Indonesia Maju yang mengusung pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Jadi dalam konteks 2024, Jokowi Effect ini cukup signifikan. Partai yang bisa mendapatkan efek dari ini pasti akan mendapatkan keuntungan. Saya kira tentu hal ini sudah diperhitungkan Partai Gelora ketika bergabung dengan koalisi Pak Prabowo, memang efek ini yang dicari,” jelasnya.

(adista)