Indeks Potensi Radikalisme di Kalteng Mengalami Penurunan

IST/BERITA SAMPIT - Suasana foto bersama sosialisasi pendidikan wawasan kebangsaan bagi tenaga pendidik.

PALANGKA RAYA – Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Tengah Khairil Anwar menyampaikan moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama melainkan memoderasi pemahaman dan pengamalan dalam beragama. Namun, upaya tersebut merupakan langkah strategis dalam menangkal intoleran dan radikalisme.

“Ada tujuh kelompok yang mampu melakukan penguatan terhadap moderasi beragama, diantaranya birokrasi, dunia pendidikan, TNI/Polri, media, masyarakat sipil, partai politik, dan dunia bisnis,” katanya saat menjadi narasumber dalam sosialisasi pendidikan wawasan kebangsaan bagi tenaga pendidik, Rabu 6 Maret 2024.

Ia menjelaskan, penguatan perspektif moderasi beragama bagi birokrat untuk memenuhi hak sipil dan hak beragama warga negara Indonesia. Kemudian melalui dunia pendidikan dilakukan penanaman nilai-nilai moderasi beragama dan pengelolaan institusi pendidikan secara non-diskriminasi.

TNI dan Polri bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum serta penegakan hukum dengan perspektif pemenuhan hak konstitusi dan moderasi beragama. Selanjutnya melalui media memberikan pengayaan literasi masyarakat sebagai pembentukan nilai kolektif pengurangan sentimen kebencian.

BACA JUGA:   Pemprov Kalteng Gelar Peringatan Nuzulul Quran 1445 Hijriah

“Perlu dilakukan penguatan peran dan kapasitas tokoh masyarakat, adat, agama, budayawan, organisasi masyarakat, perempuan dan anak muda,” lugasnya.

Partai politik, perlu melakukan penguatan praktik politik bermartabat dengan menghindari isu suku, agama, ras, dan antar golongan (sara). Terakhir, dunia usaha bisa mengembangkan ekonomi inklusif dan keterlibatan dalam penguatan moderasi beragama.

Ia menambahkan, moderasi beragama sangat penting mengingat Indonesia baru selesai melaksanakan pemilu. Pascapilpres dan pileg tentu akan memunculkan banyak sentimen yang berdampak pada tumbuhnya sikap intoleran. Hal itu berbahaya bagi masyarakat, karena sikap intoleran bisa memicu sebuah gerakan radikalisme.

Selain itu, intoleransi merupakan pikiran dan pandangan yang bersifat perorangan yang tidak menghargai, menghormati, berempati dan bersimpati kepada orang yang berbeda. Indikasinya, suka mengkafirkan, anti-Pancasila dan anti-NKRI, menunjukkan ketidaksukaan atau kebencian kepada orang lain yang berbeda, mengklaim kebenaran hanya dimiliki oleh dirinya sedangkan orang lain salah, dan membatasi kebebasan orang lain.

BACA JUGA:   Namanya Masuk Bursa Calon Bupati Kotim,  Siyono: Saya Berdoa Harati Dua Periode

Karena itu, seluruh masyarakat diajak untuk berikhtiar untuk mencegah intoleran serta radikalisme pascapilpres dan menjelang Pilkada di Kalteng. Hal itu dengan memperkuat implementasikan moderasi beragama dan falsafah Huma Betang, perkuat paham kebangsaan, perkuat literasi digital, cegah IRT secara berjamaah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Perlu diketahui, indeks potensi radikalisme di Kalteng memang mengalami penurunan. Tetapi bukan berarti potensinya tidak ada. Apalagi menjelang Pilkada, tentu banyak perbedaan pandangan yang menumbuhkan sikap intoleran. Itu menjadi satu potensi mengarah pada radikalisme,” pungkasnya. (Hardi)