Guru Di Kotim Mogok Ngajar, Hingga Datangi Kantor DPRD, Apa Sebab ?

    SAMPIT – Guru-guru tingkat Sekolah Dasar Neger (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di salah satu desa Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), mogok ngajar selama 2 hari belakangan ini.

    Hal tersebut, lantaran kebijakan kepala sekolah mereka yang berinisial FR selama ini sangat mengecewakan guru-guru yang berstatus honor kontrak dan honor sekolah ini.

    Dijelaskan salah seorang guru IS, kepada beritasampit.co.id, Selasa (24/10/2017) bahwa kepala sekolah mereka sema ini tidak tranfaran dalam pengunan dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) pusat, provinsi maupun daerah dan bantuan dari perusahan CSR yang diterima sekolah setiap bulan untuk guru pengajar.

    “Kami tidak pernah tahu kemana lari dana-dana itu. Makanya kami melapor ke DPRD ini supaya permasalahan yang sekian lama ini tidak terus menerus terjadi, selama ini kami rasa tidak pernah ada beli ATK buat kami, akan tetapi pada laporan dana BOS ada” ujar IS.

    Saat itu, 4 orang guru perwakilan dari 9 jumlah guru di sekolah tersebut yakni IS sendiri, ML, SR dan JSY sempat melapor ke DPRD Kotim hingga menghadap ketua komisi III yang membidangi pendidikan, Rimbun.

    Dalam kesempatan tersebut, Rimbun senantiasa mendengarkan curhatan dan rasa kecewa guru-guru tersebut terhada pimpinan mereka. Sampai-sampai politisi P DIP tersebut, menelpon kepala dinas Pendidikan Kotim langsun untuk melaporkan permasalahan yang dialami guru-guru pada sekolah tersebut.

    “Kita bisa sidak besok pak Kadis, melihat situasinya. Jika benar apa yang telah dilaporkan guru-guru ini maka harus diberikan teguran, kalau perlu mutasi saja kepala sekolahnya,” ujar Rimbun, (34/10/2017).

    Sedangkan menurut penuturan salah seorang guru lainnya, ML, bahwa mereka berani melapor ke DPRD lantaran sudah sangat merasa kecewa, hingga tidak tahu tempat mengadu lagi.

    “Terpaksa kami kesini, kami mau mencari tempat orang yang bisa mendengar keluhan kami. Kami berani melapor karena kami punya data,” tegasnya. FR (kepala sekolah) selain tidak transfaran dalam pengelolaan dana BOS, mereka juga mempermasalahkan data guru yang hampir puluhan tahun tidak terdaftar pada aplikasi data bes Dapodik.

    Kemudian selain itu juga, menurut mereka bahwa kepala sekolah tersebut juga memungut kepada wali murid apa bila saat penerimaan izajah anak mereka hingga dihargai Rp 100 ribu tiap murid. “Kalau tidak percaya, tanyakan kepada wali murid,” tungkas ML. (fzl/Beritasampit.co.id)

    Editor: DODY