Komunitas Danau Masoraian Siap Sambut Wisatawan

    PENGKALAN BUN – Setelah melewati berbagai pelatihan, Komunitas Danau Masoraian siap menerima kunjungan wisatawan di tahun 2018 mendatang. Itu dibuktikannya  saat menerima kunjungan 18 orang tamu dari berbagai lembaga pekan lalu, di Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar).

    “Dengan segala kekurangan yang ada pada kami. Kami sebagai komunitas siap menyambut kedatangan wisatawan di tahun baru 2018,” ungkap Ujang, Sekretaris Komunitas Danau Masoraian, saat dikonfirmasi www.beritasampit.co.id. Melalui telepon selulernya, (Rabu/27/2017).

    Komunitas Masoraian itu, ditahun 2018 sudah menyiapkan segudang program, untuk mengelola berbagai event pariwisata.

    “Sebagaimana diketahui, ke 18 tamu baru saja datang ke Danau Masoraian untuk menjajal  objek wisata yang dikemas secara khusus dan sengaja dipromoisikan atau dijual melalui berbagai paket.  Dalam setiap paket, pada dasarnya mengandung dua materi sekaligus. Yakni wisata budaya dan religi yang  terdiri atas kunjungan ke Astana Alnursari, Masjid Kyai Gede, Makam Kyai Gede dan makam Raja Kotawaringin, Makam Kuta Tanah,” beber Ujang.

    Selain itu, lanjutnya, ada wisata eko-tourisme yang diantaranya mengunjungi  Danau Masoraian untuk menikmati sejuknya udara danau atau memancing ikan. Ditambah lagi kunjungan ke petani sekaligus pengrajin gula aren.  Suasana malam di Astana Alnursari, para pengunjung disuguhi musik hadrah dan japen. 

    “Ke 18 wisatawan yang kali ini datang berkunjung memang tamu-tamu istimewa. Mereka adalah para agensi wisata, konsultan pariwisata, komunitas budaya, komunitas konservasi, para journalist dan para duta wisata Kotawaringin Barat. Mereka akan menjadi ujung tombak dalam pemasaran paket-paket wisata yang kami kemas,” lanjut Ujang.

    Tepisah Rasdi, Kepala Swisscontact, yaitu lembaga konsultan pariwisata internasional yang berkantor di Pangkalan Bun, menjelaskan, paket wisata yang  ditawarkan Komunitas Masoraian dengan objek wisata budaya-religi dan eko-tourism, merupakan paket-paket yang  akhir-akhir ini digemari wisatawan. Baik wisatawan asing maupun lokal.

    “Banyak warga kita yang  belum tahu adanya peninggalan benda budaya dan religi dari abad XVII seperti Astana Alnursari dan Masjid Kyai Gede di Kotawaringin Lama,” ujarnya.

    Sementara itu, Yommy salah seorang tour operator menyarankan, agar kelak Komunitas Masoraian merintis trip-trip menarik. Diantaranya family trip (wisata keluarga)  dan juga gathering trip (yaitu kunjungan dari sekolah atau perusahaan).

    Ketua Yayasan Alnursari, Gusti Samudra mengaku mendapat banyak masukan, kritik dan saran. Yayasan Alnursasi sebagai wadah Komunitas Masoraian, bertanggungjawab atas segala masukan itu.

    “Semua masukan, sangat positif bagi kami agar kelak kami bisa melayani wisatawan dengan lebih baik lagi. Mulai dari pentingnya papan/plang petunjuk jalan menuju lokasi wisata, lampu penerangan,  baju pelampung,  penginapan, toilet, informasi tentang objek wisata, peta dan buku petunjuk,  rumah makan, menjadi perhatian para pengunjung. Bahkan, trotoar yang bolong, juga menjadi perhatian para wisatawan yang berjalan kaki,” tutur Samudra.  

    Sebagai komunitas yang berbekal ‘sadar wisata’ tentu memiliki banyak keterbatasan. Modal utamanya adalah kesadaran dan semangat- kerja keras. “Kami tentu tidak bisa menyiapkan sendiri  berbagai kebutuhan tersebut.

    Karena itu, komunitas akan menggandeng  pemerintah untuk menyiapkan berbagai hal, terutama kebutuhan akan fasilitas publik seperti itu. Terpenuhinya sarana atau fasililtas publik di atas menjadi indikator keseriusan pemerintah daerah dalam mengembangkan sektor pariwisata,”  kata Yohanes Widada, penasehat Komunitas Masoraian. (man/beritasampit.co.id)