Bahaya Perempuan di bawah Umur 18  tahun Dinikahkan

    JAKARTA – Dlihat dari aspek kesehatan, perempuan yang menikah pada usia kurang dari 18 tahun akan berisiko mengalami keguguran dan kematian saat hamil dan melahirkan.

    Kondisi ini jelas akan membahayakan anak dan ibu. Dampak jangka panjang, penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia akan sulit terwujud.

    “Banyak faktor menyebabkan maraknya perkawinan anak, mulai dari faktor himpitan ekonomi, rendahnya pendidikan, dan faktor budaya. Ekonomi keluarga yang lemah menyebabkan orang tua mendorong anak perempuannya untuk sesegera mungkin menikah agar tidak menambah beban perekonomian. Syukur-syukur anak perempuan mereka dapat membantu perekonomian keluarga,” kata pengamst sosial Uni Lutfiah dari the Indonesian Institute, Jumat (20/4).

    Dia mengungkapkan itu menyimak dari tengah ramai membicarakan pernikahan anak di daerah Bantaeng, Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lainnya.

    Menurutnya, kasus di Bantaeng hanya sebagian kecil contoh kasus pernikahan anak yang muncul. Sebenarnya mungkin kasus serupa banyak terjadi, namun tidak muncul ke permukaan saja.

    Melihat dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012, sebanyak 25 persen perempuan usia 20-24 tahun menikah pada usia di bawah 18 tahun. Kasus semacam ini juga lebih banyak terjadi di daerah pedesaan. Dengan perbandingan 19 persen terjadi di perkotaan dan 29.2 persen terjadi di pedesaan, jelasnya.

    Maraknya kasus pernikahan anak akan berdampak pada berbagai aspek. Dari segi psikologis mereka jelas belum siap membina rumah tangga, emosi masih labil dan akan sangat rentan terjadinya kekerasan dan perceraian.

    Belum lagi kalau kita berbicara kesempatan pendidikan yang akan terbuang ketika mereka menikah, terutama bagi kaum perempuan. Ditambah ancaman kemiskinan yang mengintai mereka karena dengan pendidikan yang minim akan sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, sambungnya.

    Melihat betapa besar masalah yang timbul jika pernikahan anak terus dibiarkan, pemerintah harus sesegera mungkin merevisi UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU ini sudah tidak relevan terutama untuk pasal 6 dan 7 Pasal 6 UU ini menyebutkan bahwa umur minimal seseorang dapat melangsungkan pernikahan adalah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

    Pasal 6 menyebutkan bahwa bagi mereka dengan usia di bawah 21 tahun dan ingin menikah harus dengan izin orang tua. Bahkan dalam pasal 7 disebutkan bahwa perempuan dengan usia di bawah 16 tahun dan laki-laki di bawah 19 tahun dapat diberikan dispensasi umur dengan permintaan kedua orang tua/ pihak perempuan.

    “Pemerintah harus ingat kembali bahwa banyak juga kasus pernikahan anak yang didorong oleh orang tua mereka sendiri. Bahkan ada yang terpaksa menikah karena dipaksa orang tua untuk melunasi hutang piutang,” ujarnya.

    Indonesia menganut prinsip bahwa mereka yang berusia di bawah 18 tahun disebut sebagai anak (UU No 23 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1). Namun, UU pernikahan memperbolehkan perempuan usia di bawah 18 tahun untuk menikah. Artinya, apakah pemerintah mendukung pernikahan anak? Jika tidak, maka pemerintah harus segera merevisi UU perkawinan terutama di pasal 6.

    Negara India saja sudah mengeluarkan peraturan bahwa umur menikah minimal bagi perempuan adalah 18 tahun dan 21 tahun bagi laki-laki.

    Bahkan MA India mengeluarkan dekrit tentang perkawinan anak, di mana disebutkan bahwa perkawinan anak di bawah umur adalah tindakan pemerkosaan. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Mampu dan maukah? Tanyanya.

    (jan/beritasampit.co.id)