Wajib Dipromosikan, Festival Babukung Butuh Dukungan Lebih Serius

    NANGA BULIK – Pemerintah Kabupaten Lamandau berencana menggelar Festival Babukung. Jika tidak ada aral, hajatan budaya ini akan dilaksanakan pada 17-19 Juli 2018 di Kompleks Stadion Hinanggoloa, Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng).

    Event budaya ini merupakan kegiatan yang akan terselengara keempat kalinya diwilayah setempat. Kegiatan ini juga mendapatkan perhatian dari banyak pihak, namun beberapa kalangan menilai gaung Festival Babukung masih perlu ditingkatkan. Hal ini mengemuka dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) di Pangkalan Bun, Jumat (8/6/2018) sore.

    “Jika kita search engine atau masukkan kata kunci “Babukung” di mesin pencari internet, maka tidak menemukannya di jurnal-jurnal ilmiah. Artinya masih minim informasi ilmiah tentang Babukung itu sendiri,” ujar Alam S. Anggara, salah seorang peserta FGD dari kalangan akademisi.

    Dia menyebut hanya ada satu buku jurnal perjalanan yang membahas babukung secara singkat. “Itupun hanya satu halaman karena isinya jurnal perjalanan si penulis,” imbuhnya.

    Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau Frans Evendi yang juga Ketua Umum Panitia Festival Babukung 2018 mengakui hal tersebut.

    Karena alasan itulah, kata dia, Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau bekerja sama dengan Yayasan Lamankita (lamankita.id) menggagas FGD Rencana Aksi Promosi bertajuk Rencana Aksi Promosi Festival Babukung untuk Pariwisata Berkelanjutan dan Berkeadilan di Kabupaten Lamandau ini.

    “Kami mengharapkan masukan dari rekan-rekan peserta FGD, apa saja yang dapat kami lakukan untuk menggenjot promosi Festival Babukung ini. Tidak hanya tahun ini, tetapi untuk pelaksanaan di tahun-tahun berikutnya,” ujar Frans saat menyampaikan arahan di awal FGD.

    Babukung adalah ritual tarian orang-orang dengan mengunakan topeng untuk menghibur keluarga yang tengah berduka karena kematian. Keunikan ritual yang lahir dari rahim kepercayaan agama Kaharingan ini kemudian dikembangkan menjadi atraksi wisata oleh Pemkab Lamandau. sejak 2014 lalu.

    “Babukung sangat bagus, artistik, dan menarik. Lamandau harus selalu mengadakan setiap tahun dengan tanggal yang pasti. Promosi itu bertahap, tidak langsung jadi dengan waktu yang singkat,” ujar Peltana Danson, pelaku bisnis operator perjalanan wisata di Pangkalan Bun.

    Keunikan Festival Babukung diakui Thomas Sariwuwur, Ketua Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Kotawaringin Barat. “Hanya ada dua festival seperti ini, di Kabupaten Lamandau dan di Afrika,” ungkap Thomas.

    Namun, lanjut Thomas, persiapan festival ini harus lebih serius. Thomas juga menyoal kurangnya fasilitas di Kabupaten Lamandau. Saat ini, lanjut dia, Lamandau masih kekurangan hotel, restoran, dan infrastruktur lainnya.

    “(Urusan) promosi tidak perlu khawatir. Kami akan memasukkan Festival Babukung ke dalam daftar kunjungan,” kata dia. Sedangkan aktivis lingkungan yang juga pegiat komunitas fotografi, Fajar Dewanto, mengingatkan pentingnya peran media massa dalam mempromosikan event ini.

    “Penting bagi teman-teman media yang banyak berperan (mempromosikan Festival Babukung). Juga komunitas foto dan video.”
    Senada dengan Fajar, Ahox Nugroho dari Borneo Environment Film Festival menyarankan adanya promosi berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan media sosial.

    “Festival Babukung tidak akan dikenal kalau tidak adanya riset dan kemasan menarik. Kalau bisa, membuat video teaser selama minimal 1 menit dan dipromosikan di media sosial,” usulnya.

    Sejauh ini, upaya Pemkab Lamandau mempopulerkan Festival Babukung lumayan serius. Salah satunya dengan pemecahan Museum Rekor MURI lewat penampilan seribu bukung pada Festival Babukung tahun 2015.

    (rilis FGD for beritasampit.co.id)