Anggota DPD Nafa J Awat Sedih Lihat  Masyarakat jadi Penonton di Perkebunan Sawit

    JAKARTA – Anggota DPD RI Daerah Pilihan Kalimantan Tengah Nafa J Awat merasa sedih melihat masyarakat yang hidup di sekitar area perkebunan sawit terutama penduduk asli di daerahnya hanya sebagai penonton, tidak menikmati hasil dari perkebunan karena mereka berada di luar dari bagian perusahaan pengelola.

    “Perusahaan dimanapun juga tujuannya mencari profit atau untung sehingga untuk mencapai itu pola rencananya mencari tenaga kerja yang terbaik tentunya didatangkan tenaga siap pakai dari luar tanpa memikirkan keberadaan masyarakat sekitar lingkungan perkebunan. Karena mereka tidak berhubungan dengan operasional perusahaan itulah lalu hanya jadi penonton,” kata senator itu saat berbincang salah satu masalah yang terjadi di Kalteng, ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/7/2018)

    Menurutnya, hal yang sangat menyedihkan itu ketika masysrakat yang sudah lama berdiam di dalam area perkebunan juga punya lahan beberapa hektare sebelum berubah fungsi bekas HPH karena alih fungsi ke perkebunan, lahan mereka masuk areal perkebunan sehingga diakui milik perusahaan, jadi hak tanah mereka hilang.

    Ditambah masyarakat ini tidak dilibatkann pada kegiatan perkebunan. Jadi, walau sawit berhasil dipanen dan dijual, masyarakat asli tidak merasakan dari hasil itu.

    “Kesejahteraan dari hasil kebun sawit lepas karena masyarakat asli berada di luar sistem atau bukan karyawan dan pekerja di perkebunan itu,” ujarnya.

    Disinilah ada kesalahan sistem, jika saja pola yang dipakai jenis koperasi maka akan ada keterkaitan kenersamaan dalam kegiatan perkebunan dengan masyarakat sekitarnya. Tapi karena sistem pengelolaan perusahaan terbatas, maka polanya berbeda dengan koperasi.

    Akibat itu masyarkat asli jadi penonton saja hanya merasakan efek ada perkebunan sawit yang merubah lingkungan suasana kehidupan tapi dalam hal kesejahteraan tidak dirasakan mereka dari hasil sawit itu.

    “Semestinya berkembang perkebunan sawir maka berkembang juga kesejahteraan .masyarakat sekitarnya bukan sebaliknya, hanya sebagai penonton,” katanya.

    Diingatkannya jangan hanya perusahaan perkebunan mempunyai izin pengelolaan lahan berdasarkan luas areal tanpa melihat di wilayah mereka itu ada sebagian hak milik masyarakat lalu tidak diperhatikan keberadaan masyarakat itu.

    “Seharusnya mereka yang memiliki lahan itu diajak dalam kegiatan perkebunan bukan dianggap seakan tidak ada,” katanya.

    Lanjutnya, DPD sekarang masih membahas Rancangan Undang-undang tentang Hak Adat dan Ulayat.

    “Dalam RUU itu tanah adat dan Ulayat tidak mudah hilang dicaplok oleh perusahaan perkebunan,” ujarnya.

    (jan/Beritasampit.co.id)

    EDITOR : MAULANA KAWIT