Tatanan Kehidupan Bangsa Indonesia Dibangun Atas Dasar Pancasila

    Editor: A Uga Gara

    JAKARTA— Tatanan kehidupan bangsa Indonesia dibangun atas dasar Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Hal itu ditegaskan kembali oleh Pengamat Politik, Pangi Syarwi Chaniago dalam diskusi Empat Pilar MPR RI ‘Merawat Kebhinekaan Indonesia’ di Gedung Nusantara III, Parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Senin, (4/3/2019).

    “Jadi, kalau kemudian sekarang ini ada pihak-pihak yang membenturkan antara nasionalisme dengan Islam, maka ini paling berbahaya,” tegas Pangi.

    Pangi pun menceritakan, kala Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) merumuskan pembukaan UUD 1945 untuk menetapkan dasar Indonesia Merdeka.

    Pada 22 Juni 1945, Piagam Jakarta disusun sebagai Pembukaan UUD 1945. Namun, masih ada 7 kata pada sila satu Pancasila yakni: dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Ketujuh kata itu mengikuti kata ‘Ketuhanan’ yang harus direvisi kala itu.

    Mohammad Hatta mendekati tokoh-tokoh Islam agar mengganti ketujuh kata tersebut menjadi ‘Yang Maha Esa’ demi persatuan bangsa. Sehingga akhirnya tercapailah mufakat untuk menghapus 7 kata dalam Piagam Jakarta dan menggantinya yakni berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

    “Disitu Islam berperan penting, lebih baik mengalah, menghilangkan tujuh kata itu, demi bersatunya nusantara,” imbuh Pangi.

    Pangi bilang menghilangkan 7 kata tersebut, adalah bentuk toleransi yang paling nyata dari kebesaran hati umat Mayoritas (umat Islam). Maka Indonesia, resmi tidak menjadi negara agama, tetapi menjadi negara Pancasila.

    “Jadi, Kebhinekaan adalah sebuah Keniscayaan, untuk itu pemahaman tentang konsep kebangsaan itulah merupakan hal yang fundamental untuk diketahui setiap anak bangsa,” cetus Panti.

    Sementara itu, Anggota MPR RI Fraksi PDIP Masinton Pasaribu berharap Kebhinnekaan Indonesia semakin kuat. Karena itu penting bagi semua pihak untuk menjaga dan merawat kebhinnekaan itu sendiri.

    Masinton menuturkan, bangsa Indonesia lahir dari konsensus bersama, karena sejak awal negara dirancang untuk semua, baik berbagai suku, adat istiadat, agama dan keyakinan yang berbeda.

    “Karena itu sesungguhnya kita tidak mengenal warga negara kelas dua. Semuanya sama karena negara ini didirikan untuk semua,” tandas Masinton Pasaribu.

    (dis/beritasampit.co.id)