Komisi II DPR Tolak Regulasi Penetapan Walikota Batam Sebagai Jabatan Ex-officio, Ini Alasannya

    Editor: Irfan

    JAKARTA – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ketua Dewan Pakar Hukum Kota Batam dan Ketua Umum Kamar Dagang Dan Industri Indonesia (kadin) Provinsi Kepulauan Riau, guna membahas Otorita Batam di Gedung Nusantara II, Parlemen Senayan, Selasa (12/3/2019).

    Dalam RDPU tersebut, Ketua Dewan Pakar Hukum, Ampuan JM Situmeang mengatakan sejak terbit peraturan pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Batam tersebut membuat kondisi masyarakat di wilayah tersebut semakin terpuruk.

    Pasalnya, kata Ampuan, penetapan Walikota Batam sebagai Ex-officio Kepala Badan Pengawasan (BP) Batam itu seakan menjadi ‘Robin Hood’, dikarenakan banyak mengalihkan dan membebaskan status tanah negara untuk kepentingan lain.

    “Jadi, kami minta Komisi II DPR untuk selamatkan Batam. Karena keberadaan kami di kota itu bukan keegoisan semata. Tapi kami mewakili kota Batam untuk terus berupaya meningkatkan perekonomian di sana,” tegas Ampuan.

    Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Kadin Batam, Jadi Rajagukguk yang menyebut pergantian Ketua BP Batam itu bukan solusi terbaik, malah memperburuk kondisi perekonomian di Negeri Batam itu sendiri.

    “Bahkan, masyarakat ada yang bunuh diri, karena tidak bekerja. Tolonglah pemerintah pikir kami. Batam yang dulu, tidak seperti sekarang, karena sebagian masyarakat juga ada yang sampai menggadaikan rumah,” imbuhnya.

    Menanggapi paparan tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron berencana akan menggelar RDPU pada pekan depan, guna mendengar komentar-komentar yang komprehensif dari Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam Atau BP Batam.

    “Kami Komisi II DPR RI akan menghadirkan Dewan Kawasan Batam untuk meminta penjelasan terkait dengan rencana penunjukkan Walikota Batam sebagai Ex-officio Kepala BP Batam tersebut,” kata Herman.

    Selain itu, Komisi II DPR juga akan mendesak Pemerintah untuk merumuskan dan menetapkan hubungan kelembagaan BP Batam dengan Pemerintah Kota (pemkot) Batam dalam mengelola kawasan kepulauan Riau tersebut.

    “Jadi, tidak ada perspektif Ex-officio, justru kami menolak adanya regulasi yang mengatur hubungan antara BP Batam dengan Pemkot Batam itu sendiri,” tandas Herman.

    “Dengan mempertimbangkan aspek regulasi, ekonomi dan kelembagaan, supaya tidak bertentangan dengan aturan perundangan-undangan yang berlaku bagi masyarakat dan pihak yang lain,” pungkas Herman Khaeron

    (dis/beritasampit.co.id)