RUU Pesantren Dan Pendidikan Agama Dinilai Minim Informasi

    Editor : Maulana Kawit

    JAKARTA – Mantan Humas Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampouw mengatakan bahwa penjelasan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pondok Pesantren dan Pendidikan Agama yang dibahas oleh panitia kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI itu agak minim informasi.

    Sehingga, kata Jeirry, ada pihak yang memetakan sendiri, seolah-olah RUU yang rencananya akan disahkan menjadi Undang-undang pada Agustus 2019 mendatang atau dua bulan sebelum masa jabatan anggota DPR periode tahun 2014 -2019 berakhir itu seakan mengusik umat Islam.

    “Sentimen yang dimainkan belum tentu benar, karena publik kita ini terprovokasi oleh isu-isu yang menyangkut agama,” ujar Jeirry dalam diskusi forum legislasi ‘RUU Pesantren Rampung Dua Bulan?’ di Gedung Nusantara III, Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (26/3/2019).

    Apalagi, lanjut Jeirry, tahun 2019 ini merupakan tahun politik, karena itu memang perlu penjelasan dan informasi supaya semua tokoh lintas agama bisa menerima RUU tersebut secara proporsional, bukan emosional.

    Kata Jeirry, semestinya Komisi VII DPR harus membahasnya secara intensif guna memberi masukan berkaitan dengan pendidikan agama dan harus melibatkan lembaga-lembaga yang merepresentasikan umat kristiani pada umumnya.

    “Ini satu permintaan dan masukkan kepada Panja RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. Kalau mulai ya, sebaiknya ajak bicara secara mendalam dengan lembaga Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). Nah ini yang menjadi prioritas utama,” ungkapnya.

    Karena, beber dia, diskusi dengan PGI bukan sifatnya formalitas seperti di DPR ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar dengan pihak-pihak terkait.

    Selain itu, Jeirry melanjutkan, keinginan untuk meminta bagaimana substansi pengaturan tentang pendidikan keagamaan khusus umat kristen dan katolik itu juga dimasukkan dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Agama tersebut.

    Jeirry bilang, permohonan dan permintaan dari umat kristiani yakni soal mekanisme akuntabilitas pemerintah yang fungsinya untuk fasilitasi pendidikan keagamaan, baik pesantren maupun pendidikan agama lain.

    “Jadi, RUU ini saya kira belum begitu clear. Gambaran fasilitas anggarannya, mau diposisikan sebagai apa. Karena ini tidak mudah. Ini yang harus diperjelas oleh DPR, kalau tidak jelas nanti ketika sudah disahkan, maka tidak akan bisa diimplementasikan,” pungkas Jeirry Sumampouw.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengakui RUU Pesantren dan Pendidikan Agama dalam pasal 69 dan 70 memangn merumitkan umat Kristiani untuk mengelola pendidikan sekolah mingguan dan Katekisasi.

    “Nanti dua pasal itu masih akan dibahas. Kita akan berbincang dengan anggota Panja pemerintah, sehingga saat dijadikan UU nantinya tidak menyinggung umat kristen,” pungkas Marwan Dasopang.

    (dis/beritasampit.co.id)