Kenapa Membuka Hutan Industri di Kalteng Harus Pengusaha Dari Korea?  

Oleh : Maman Wiharja

ZULKIFLI HASAN saat masih jadi Menteri Kehutanan,seperti beritanya dilansir Kompas.com Jumat (9/7/2010),bersama Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto , Duta Besar Republik Korea Kim Ho-Young, Utusan Khusus Presiden Perancis untuk Perubahan Iklim Jacques Le Guen, dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Ahmad Diran beristirahat di pos pemantau hutan tanaman industri PT Korintiga Hutani di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Jumat (9/7/2010).

Katanya, dalam berita, Investor Republik Korea menargetkan akan membangun hutan tanaman industri seluas 700.000 hektar di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan.

Pertanyaan penulis, kenapa untuk membuka lahan hutan industri di Indonesia harus investor/ pengusaha asing dari Korea ?.Apakah karena investor dari Korea, memiliki label/bendera ‘KORINDO’ (Korea-Indonesia) yang konon modalnya hasil patungan Korea dan Indonesia.

Kalau modalnya hasil patungan dari Indonesia dan Korea, adakah laporan ke public, sudah berapa banyak untungnya yang masuk ke Indonesia.

BACA JUGA:   Berdiri Tahun 1961 dengan Modal Dasar Rp10 Juta, Bank Kalteng Sekarang Berhasil Menumbuhkan Aset Sampai Rp15,19 Triliun (Bagian 01)

Giri Hartomo, Jurnalis OKEfinance, Senin 29 Mei 2017 dalam judul beritanya,menulis ”Minat Asing Terhadap Properti Indonesia Tinggi, Ini Risikonya!”. Semakin banyaknya pihak asing yang berminat untuk investasi properti di Indonesia, maka akan semakin banyak keuntungan untuk Indonesia.

Namun ternyata di sisi lain, semakin banyak justru menimbulkan beberapa risiko yang perlu diperhatikan dan dicermati. Seperti dikutip dari buku ‘Kajian Stabilitas Keuangan’, Senin (29/5/2017), semakin banyaknya pihak asing yang berminat kepada properti di Indonesia akan berefek kepada menurunnya kemampuan penduduk lokal untuk membeli properti.

Hal ini dikarenakan permintaan properti akibat pembelian pihak asing dapat menyebabkan harga properti meningkat. Selain itu, semakin banyaknya pihak asing yang ingin memilik properti di Indonesia juga akan menimbulkan spekulasi dari para pengembang.

Pasalnya dengan meningkatnya minat properti dari orang asing akan mendorong pengembang untuk selalu menambah persediaan properti, sedangkan kapasitas pengembang juga terbatas termasuk di dalam penyediaan lahan.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Meningkatnya properti yang tidak produktif juga harus diperhatikan. Karena akan ada banyak yang dibiarkan kosong oleh pemiliknya (WNA). Hal itu juga dapat dijadikan sarana bagi orang asing untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang dari negara asalnya.
Yang paling utama adalah distribusi kemakmuran yang tidak merata bisa terjadi karena hal tersebut.
Dan benar juga apa yang disampaikan H.Abdul Rasyid,AS salah seorang pengusaha sukses di Kalteng yang juga mantan Anggota MPR.RI pada pertemuan silaturahmi ’Akbar’,Sabtu 15 Februari 2020, beliau dalam sambutan pidatonya, antara lain mengatakan,
“Zaman Pak Harto, saya protes ke menteri kehutanan saat itu. Kenapa tidak ada kesempatan untuk dapat lahan bagi orang dayak asli ?.
Pasalnya, saat itu Hak Pengelolaan Hutan (HPH) bagi keperluan bisnis hanya diperuntukan kepada orang di luar pulau Kalimantan bahkan diberikan ke perusahaan asing,” tegas H.Abdul Rasyid.AS.(maman wiharja)