Pasar Induk Nanga Bulik “Hidup Segan Mati Tak Mau”, Ini Masalahnya

ANDRE/BERITA SAMPIT - Tampak banyak lapak yang kosong di Pasar Induk Nanga Bulik Kabupaten Lamandau.

NANGA BULIK – Ketua DPRD Kabupaten Lamandau, M. Bashar dan Wakil Ketua Komisi II, Budi Rahmad melakukan sidak di Pasar Induk Kota Nanga Bulik, sebab ada keluhan pasar tersebut sepi namun dengan tarif retribusi tinggi.

Dalam sidak, para wakil rakyat ini menemukan berbagai macam persoalan, mulai dari pendapatan pasar hingga masalah fasilitas yang ada di pasar.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Lamandau, Budi Rahmad mengungkap, kondisi Pasar Induk Nanga Bulik Kecamatan Lamandau saat ini tidak sesuai harapan. Padahal pasar tersebut sudah dibangun megah seharusnya bisa menjadi pusat akses jual beli malah sebaliknya, pengunjung menjadi sepi karena kurangnya fasilitas yang berada di pasar induk.

“Dengan anggaran yang menelan kurang lebih 70 miliar, harusnya output-nya tahun ini sudah ada. Namun saat ini kondisi pasar ‘hidup segan mati pun tak mau’, dan ini harus menjadi evaluasi oleh dinas terkait,” tutur Budi Rahmad, Kamis 14 Oktober 2021.

Budi juga membeberkan yang menjadi persoalan serius bagi semua pihak. Pasalnya, relokasi pasar yang sebelumnya di Pasar SAIK (Pasar Lama) ke Pasar Induk Nanga Bulik (Pasar Baru), kini para pedagang mulai kembali lagi ke pasar lama dengan menyewa kios. Akhirnya kios dan lapak di pasar induk banyak yang kosong.

“Untuk subsidi pembayaran 50 persen selama enam bulan yang diberikan Bupati telah berakhir pada bulan September kemarin, untuk pembayaran bulan Oktober. Pastinya, akan 100 persen dengan total Rp 800.000 yang sebelumnya hanya Rp 400.000 subsidi 50 persen, dan kita lihat kondisi sekarang banyak kios dan lapak jualan sudah pada kosong, ini harus dievaluasi oleh dinas terkait, dan para pedagang teriak tarif tinggi pedagang sepi,” jelasnya.

Sementara itu, ibu Ati (40) pedagang pakaian di Pasar Induk Nanga Bulik mengaku untuk mendapatkan 100 ribu sehari saja sangat susah dan terkadang seharian berjualan tidak mendapatkan pembeli.

“Sepi pembeli. Padahal saya harus bayar retribusi setiap hari. Bagaimana saya hidup jualan tidak laku, iuran bayar terus, mana tanggung jawab Pemerintah untuk bayar kios ini,” keluh Ati.

Berbeda yang dialami oleh ibu Sariah pedagang sembako di lapak penjualan ikan yang sekarang banyak lapak kosong karena sepi pembeli. Dia mengatakan, terkadang sehari hanya mendapatkan satu pembeli saja dan banyak pengunjung lebih memilih ke pasar lama.

“Sehari hanya dapat satu pembeli saja, kebanyakan pembeli lebih memilih untuk ke pasar lama, karena di sana lebih serba ada,” ungkapnya. (Andre/beritasampit.co.id).