PERPANJANGAN

Ricky Zulfauzan

oleh: Ricky Zulfauzan

Tulisan ini saya awali dengan mengutip status media sosial seorang sahabat sebagai berikut: “Setiap pemimpin itu ada masanya, setiap masa ada pemimpinnya. Kalau sudah tiba masanya tak bisa membendungnya. Boleh memaksakan masa tapi harus siap digilas masa.”

Seketika membacanya, alam pikir saya berkecamuk. Serangkaian kalimat itu ‘mind blowing’ bagi saya. Ada makna yang begitu mendalam dari susunan kata-kata itu sehingga mengilhami saya menulis opini ini.

Apalagi akhir-akhir ini berkembang sebuah wacana untuk mempanjang masa jabatan rektor Universitas Palangka Raya (UPR) dengan berbagai dalih. Wacana ini sangat lemah secara metodologis. Berpotensi menjadi preseden kurang baik bagi demokrastisasi di dunia kampus. Padahal senyatanya tidak ada argumentasi kokoh apapun yang bisa digunakan untuk melegitimasinya.

KONDISI NORMAL

Sebagaimana diketahui bersama, masa jabatan rektor UPR berakhir pada 7 September 2022. Sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa Dr. Andrie Elia, SE,M.Si tidak bisa mencalonkan diri kembali sebagai bakal calon rektor UPR periode 2022-2026 karena terkendala batas usia lebih dari 60 tahun (Lihat Permenristekdikti 19/2017 Pasal 4 huruf c).

Dalam PERMENRISTEKDIKTI 19/2017 Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi: “Tahap penjaringan bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilaksanakan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Pemimpin PTN yang sedang menjabat.”

Jika lima bulan dihitung mundur sejak 7 September 2022, maka 7 April 2022 tahapan penjaringan bakal calon rektor UPR harus sudah dilaksanakan. Ini merupakan kondisi normal, yaitu suatu kondisi yang tercipta sesuai standar yang berlaku di mana kondisi dan taraf pemfungsian sosial yang oleh lingkungan sosial dapat diterima.

Selanjutnya PERMENRISTEKDIKTI 19/2017 menggambarkan dengan tegas kondisi normal ini dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi: “Tahapan pengangkatan Pemimpin PTN terdiri atas: a. penjaringanbakalcalon; b. penyaringancalon; c. pemilihancalon; dan d. penetapan dan pelantikan.” Tanpa perlu ditafsirkan kembali, setiap rangkaian kalimat dalam pasal-pasal tersebut sudah sangat jelas dan tidak dapat diperdebatkan.

BACA JUGA:   Berdiri Tahun 1961 dengan Modal Dasar Rp10 Juta, Bank Kalteng Sekarang Berhasil Menumbuhkan Aset Sampai Rp15,19 Triliun (Bagian 01)

FORCE MAJEURE

Satu-satunya argumentasi yang digunakan oleh pendukung wacana perpanjangan ini hanya PERMENRISTEKDIKTI 19/2017 Pasal 13 Ayat (1) sebagai berikut: “Dalam hal masa jabatan Pemimpin PTN berakhir dan Pemimpin PTN yang baru belum terpilih, Menteri dapat menetapkan perpanjangan masa jabatan Pemimpin PTN untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.”

Berdasarkanpasal di atas setidaknya ada 4 kalimat kunci yang menjadi penekanan peraturan tersebut yaitu sebagai berikut: 1) “Dalamhal masa jabatan pemimpin PTN berakhir”; 2) “Pemimpin PTN yang baru belum terpilih”; 3)“Menteri dapat menetapkan perpanjangan masa jabatan Pemimpin PTN” dan 4) “untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.”

Kalimat kunci 1 dan 2 diterjemahkan sebagai klausul ‘force majeure’ di mana masa jabatan pemimpin PTN berakhir dan pemimpin PTN baru belum terpilih.

Pada kalimat kunci ke 3 memastikan bahwa perpanjangan masa jabatan rektor harus atas Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan memperhatikan kondisi force majeure.

Selanjutnya kalimat kuncike 4 membatasi perpanjangan masa jabatan rektor hanya 1 (satu) tahun dengan berpedoman pada kondisi force majeure.

Mengutipdari Hukum online, Force majeure adalah istilah dari bahasa Prancis, forcemajeure secara harfiah memiliki arti ‘kekuatan yang lebih besar’. Secara umum, sejumlah peristiwa dapat digolongkan ke dalam forcemajeure selama mereka terjadi tanpa terduga, terjadi di luar kuasa pihak-pihak yang terkait, dan tidak dapat dihindari.

Artinya, PERMENRISTEKDIKTI 19/2017 Pasal 13 ayat (1) hanya akan berlaku jika kondisi normal tidak terjadi, karena ada situasi tidak terduga diluar kendali dan kuasa dari pihak yang berkepentingan. Menggunakanargumentasi ini maka memperpanjang masa jabatan rektor tanpa adanya kondisi force majeure adalah jelas pelanggaran hukum.

CALON BAKal Calon

Sejatinya dengan memaksakan memperpanjang masa jabatan rektor UPR akan mengeliminasi peluang calon bakal calon yang telah beredar sejauh ini. Sebut saja misalnya Prof. Dr. Ir. Yetrie Ludang, MP dan Dr. Ir.Sosilawaty,MP tidak akan dapat mencalonkan diri menjadi bakal calon rektor jika tahapan penjaringan bakal calon tidak dilaksanakan. Ini menutup peluang pula bagi UPR untukmemiliki rektor perempuan pertama.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Nama lain misalnya lagi Prof. Dr. Ir. Salampak, MS dan Dr. Ir Aswin Usup, M.Sc. Keduanya merupakan putra daerah Kahayan yang potensial menjadi calon rektor UPR. Lalu ada nama Prof. Dr. Danes Jaya Negara, SE, M.Si selaku putra daerah Kotawaringin Barat.

Kemudian ada nama Prof. Dr. Sulmin Gumiri, M.Sc, Prof. Dr. Agus Haryono dan Prof. Dr. dr. Syamsul Arifin, meskipun mereka bukan putra daerah, namun memiliki kepedulian yang besar terhadap pengembangan SDM di Kalimantan Tengah. Misalnya Prof.Syamsul. Dibawah kepemimpinannya Fakultas Kedokteran berhasil meningkatkan akreditasinya dari C menjadi B.

Selain figure di atas, ada juga beberapa figure muda yang berpeluang untuk mencalonkan diri menjadi bakal calon rektor. Ada Rony Teguh, S.Kom, MT, Ph.D. Dia adalah putra daerah Kahayan berusia 46 tahun, pakar AI (kecerdasan buatan) dan Drone (Pesawat nirawak). Selanjutnya ada Dr. Agus Satrya, SE, M.Si. Ia adalah putra daerah berusia 45 tahun dari wilayah Kotawaringin dengan bidang keahlian ilmu akuntansi.

Lalu ada Dr. Syamsuri, S.Sos, M.Si. Ia adalah putra daerah termuda berusia 43 tahun dari Mentaya KabupatenKotawaringin Timur. Selama menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UPR, Ia berhasil meningkatkan Akreditasi Ilmu Adminisitrasi Negara dari C menjadi A; IlmuPemerintahan dari C menjadi A dan Sosiologi dari C menjadi B.

Sah-sah saja sebenarnya jika mewacanakan perpanjangan masa jabatan rektor UPR sebagai sebuah proposisi. Atas nama demokrasi, kemerdekaan berfikir dan usaha melanggengkan kekuasaan.

Menjadi salah, apabila pendukungnya menggunakan cara-cara intimidatif untuk memaksakan sebuah wacana agar diterima khalayak ramai.

Sebagaipenutup, mari kita renungkan kalimat bijak ini “Pemimpin biasa, member perintah. Pemimpin yang baik, memberikanpenjelasan. Pemimpin yang unggul, mendemonstrasikan. Pemimpin yang hebat, menginspirasi.”

Salam.