Penetapan Kawasan Suaka Alam di Pulang Pisau Hambat Pembangunan

Sungai Sebangau Kuala yang didalamnya memiliki berbagai pesona, cerita, dan legenda. ANTARA/handout-Journalist Fishing Pulang Pisau.

PULANG PISAU – Pemerintahan Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, menilai Penetapan Kawasan Suaka Alam (KSA) di desa setempat menghambat pembangunan sebab masyarakat dan desa tidak bisa mengembangkan wilayah untuk lahan pertanian dan perkebunan.

“Akibat penetapan status KSA ini, masyarakat kami sulit mendapatkan program dan bantuan dari pemerintah di bidang perkebunan dan pertanian,” kata Kepala Desa Paduran Sebangau, Bahtiar, Selasa 8 Maret 2022.

Seperti dikutip dari Antara, dirinya bersama masyarakat mengaku kecewa atas penetapan KSA yang tidak melihat dari dekat kondisi riil kawasan dan kehidupan masyarakat di desa setempat. Penetapan KSA yang dilakukan pemerintah pusat pada 2012 terkesan hanya dilakukan di atas meja saja.

“Hampir 75 persen wilayah di desa setempat dalam penetapan tahun 2012 itu masuk dalam KSA, apa yang bisa diperbuat masyarakat kalau sudah begini,” ucap Bahtiar.

BACA JUGA:   Pembangunan Jalan Tumbang Nusa untuk Hindari Terputusnya Perekonomian Masyarakat Kalteng-Kalsel

Menurutnya, akibat penetapan status KSA yang tidak mendasar itu, belakang rumah warga saja sudah masuk dalam kawasan KSA. Kekecewaan pemerintah desa setempat dinilainya beralasan, karena sejak tahun 1939 sebelum Indonesia merdeka masyarakat sudah menduduki dan beraktivitas di kawasan tersebut.

“Kami juga heran seperti bangunan sekolah, pemukiman masyarakat, bangunan fasilitas publik,masuk dalam KSA,” paparnya.

Menurut Bahtiar, dari penelusuran juga diketahui dalam penetapan KSA pada 2012 itu, diduga tidak ada satu pun pihak terkait yang berkoordinasi dengan kepala desa yang mengetahui kehidupan masyarakat setempat.

Padahal, sejak 1939 silam sudah ada masyarakat dan kepala desa pada zaman Hindia Belanda yang lebih dahulu menempati desa ini.

Penetapan KSA, juga dinilai tidak masuk dalam kreteria karena kondisinya bukan lagi kawasan hutan yang dianggap memiliki pohon-pohon besar. Kondisi riil di lapangan hanya semak belukar dan tidak ada lagi satwa-satwa yang hidup di dalamnya.

BACA JUGA:   Pembangunan Jalan Tumbang Nusa untuk Hindari Terputusnya Perekonomian Masyarakat Kalteng-Kalsel

“Apabila terjadi kebakaran hutan masyarakat setempat sepakat untuk tidak ikut membantu. Artinya, didalam KSA sudah ada instansi yang menaungi dan bertanggung jawab,” tegas Bahtiar.

Bahtiar selaku kepala Desa Paduran Sebangau mengakui iri dengan desa-desa lain yang bisa mengembangkan wilayahnya untuk bidang pertanian dan perkebunan.

Banyak program bantuan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten yang tidak bisa diambil oleh masyarakat desa setempat akibat status KSA ini.

Dirinya bersama masyarakat berharap pemerintah pusat bisa memberikan perhatian dan mengevaluasi kembali peraturan pada 2012 itu yang terkesan menetapkan KSA secara sepihak tanpa koordinasi .

“Kami sudah suarakan masalah ini setiap ada pertemuan dengan pemerintah kabupaten dan provinsi, tetapi hasilnya belum ada tindak lanjut,” kata Bahtiar.

(Antara/BS65)