Pengaruh Raja Ampat di Episentrum Segitiga Terumbu Karang Dunia

Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. (ANTARA/HO-ICCTF).

PAPUA – Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) meramalkan tak kurang dari 30 tahun dari sekarang keberagaman biota laut di segitiga terumbu karang dunia terancam lenyap jika terjadi pembiaran pada ancaman kerusakan oleh tangan manusia hingga pemanasan global.

Segitiga terumbu karang meliputi 1,6 persen wilayah lautan di planet bumi seluas 5,7 kilometer persegi yang meliputi Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste.

Jika ditarik garis maya yang melingkupi wilayah terumbu karang di negara tersebut, maka akan terbentuk bidang segitiga. Itulah mengapa kawasan ini dinamakan segitiga terumbu karang atau coral triangle.

Executive Director ICCTF Dr.Tonny Wagey di Sorong, Rabu, mengatakan kawasan segitiga terumbu karang menyimpan kekayaan alam berupa spesies laut yang lebih banyak dari perairan mana pun di bumi dan menjadi “rumah” bagi 76 persen dari seluruh spesies terumbu karang dan 37 persen dari seluruh spesies ikan terumbu karang di dunia. Kawasan ini juga memiliki hamparan terbesar hutan bakau di dunia.

Segitiga Terumbu Karang juga menjadi kawasan pemijahan dan jalur perlintasan penting spesies laut yang bernilai ekonomi tinggi seperti tuna dan hewan yang kini terancam punah seperti paus, ikan pari manta, penyu dan lainnya.

Luas terumbu karang di Indonesia mencapai 50.875 kilometer persegi yang menyumbang 18 persen luas total terumbu karang dunia dan 65 persen luas total segitiga terumbu karang. Sebagian besar terumbu karang itu berlokasi di bagian timur Indonesia.

Indonesia menjadi pusat terumbu karang dunia sebab memiliki kekayaan jenis karang terbanyak yaitu 569 jenis dari 82 marga dan 15 suku dari total 845 jenis karang di dunia.

Terumbu karang Indonesia juga menyimpan sekitar 2.200 spesies ikan karang. Sebanyak 197 spesies di antaranya dianggap endemik yang menunjukkan bahwa sebagian besar spesies berhubungan di seluruh Kawasan Segitiga Terumbu Karang.

Tony menyebut Raja Ampat sebagai episentrum dari segitiga terumbu karang dunia sebab kawasan di barat bagian kepala burung Pulau Papua itu terletak di antara gugusan segitiga terumbu karang dunia.

“Raja Ampat adalah bulls eye dari segitiga terumbu karang dunia, wilayah dengan keanekaragaman biota paling tinggi di kawasan segitiga terumbu karang. Walau luasnya kurang dari 1 persen laut dunia, tapi dampaknya sangat signifikan,” katanya.

Raja Ampat mencakup 4,6 juta hektare darat dan laut, lebih dari 2 juta hektare di antaranya adalah kawasan konservasi perairan yang menjadi habitat bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, dan 75 persen spesies karang yang dikenal di dunia.

“Raja Ampat adalah Hutan Amazon di Lautan, sebab enam dari tujuh jenis penyu yang terancam punah masih bisa ditemukan di perairan Raja Empat. Begitu juga dengan 17 spesies mamalia laut dunia lainnya ada di sini,” katanya.

Hasil riset ICCTF melaporkan arus laut dalam yang kuat membawa nutrisi ke perairan Raja Ampat, hingga ke hutan bakau, danau air asin, dan hamparan padang lamunnya membentuk jejaring makanan kompleks yang menjadi sumber asupan makan bagi keanekaragaman kehidupan laut, termasuk manusia di sekitarnya.

Ancaman

Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. (ANTARA/HO-ICCTF)

Sejak berabad lalu, masyarakat di kawasan Raja Ampat hidup berdampingan dengan ekosistem segitiga terumbu karang melalui interaksi kearifan lokal. Seiring waktu, permintaan untuk produk yang berasal dari ekosistem terumbu karang mulai memicu tindakan perusakan.

Pada lingkup masyarakat lokal, kata Tony, tradisi menginang atau mengunyah sirih, nyatanya berkontribusi memicu degradasi terumbu karang. Sebab campuran biji pinang yang dikunyah memerlukan campuran kapur yang berasal dari serpihan terumbu karang.
Menginang merupakan kebiasaan mengunyah bahan-bahan paduan, selain sirih, pinang dan kapur, juga dicampur dengan gambir dan juga tembakau. Kebiasaan masyarakat Papua menginang, umumnya didasari atas budaya ramah tamah serta keyakinan menjaga kesehatan mulut dan gigi.

“Serpihan karangnya banyak digunakan untuk nyirih karena menginang itu ada sirih dan kapur,” katanya.

Ancaman lain juga datang dari aktivitas kapal pinisi (bertiang layar) pembawa pelancong. Awak kapal umumnya memanfaatkan terumbu karang sebagai pondasi jangkar yang berpotensi merusak.

Tony mengatakan sektor pariwisata membuat Raja Empat menjadi sasaran para pelaku wisata yang umumnya tidak mempunyai wawasan ekologi dan juga pengetahuan kuat terkait keberlangsungan dan kelestarian keanaekaragaman hayati di Raja Empat.

ICCTF juga menyorot aktivitas penangkapan ikan menggunakan alat peledak maupun zat kimia berbahaya yang masih terjadi di sekitar kawasan Raja Ampat. “Masyarakat belum sadar, tangkap ikan pakai alat peledak dan zat kimia berbahaya ini harus distop,” katanya.

Belum lagi adanya polusi dan fenomena perubahan iklim secara global yang kini turut mengancam keberlangsungan terumbu karang di Raja Ampat.

Tekanan dari pemanasan global pada air laut, kata Tony, memicu zat asam yang dapat mengikis karang. “Komposisi utama karang adalah kapur. Pemanasan global memicu air laut jadi asam yang bisa mengikis karang. Kalau terlalu panas terjadi pemutihan dan karang mati,” katanya.

Pelestarian

Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. (ANTARA/HO-ICCTF)

Meski praktik perusakan terumbu karang di Raja Ampat sampai saat ini masih dilaporkan terjadi, namun Executive Director ICCTF Februanty Purnomo belum memiliki data akurat seputar degradasi karang di sekitar wilayah setempat.

Yang pasti, upaya pelestarian terumbu karang Raja Ampat hingga saat ini terus bergulir lewat pemberdayaan masyarakat sekitar, peran pemerintah hingga investasi global.

ICCTF secara berkala membuka akses edukasi dengan melibatkan kelompok masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam di sekitar lingkungan mereka. Salah satunya dengan cara memfoto spesies laut yang mereka jumpai dalam aktivitas sehari-hari untuk dijadikan sumber data dalam menghitung jumlah populasi.

“Laporan tersebut kemudian diolah dan dilaporkan kepada pemerintah sebagai dasar pengambilan kebijakan berbasis data,” katanya.

ICCTF juga dilibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dalam membantu pengembangan inovasi penyelamatan terumbu karang sesuai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Dua program prioritas nasional di antaranya perbaikan lingkungan dan ketahanan laut yang tercermin dalam aktivitas masyarakat, berupa konservasi koral hingga pemberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat.

Kegiatannya meliputi pengembangan wisata berbasis spesies hingga pengembangan kapasitas sebagai pemandu wisata dengan sertifikasi nasional. “Pelatihan itu penting supaya diakui dan lebih profesional. Kita implementasikan dengan sertifikasi,” katanya.

Pemerintah Indonesia pun menginisiasi program rehabilitasi terumbu karang yang diberi nama ‘Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative’ (COREMAP-CTI) atau program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Prakarsa Segitiga Karang.

Program itu menekankan pada perlindungan kelestarian ekosistem terumbu karang serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau kecil yang tinggal di wilayah tersebut.

Program ini dilakukan oleh ICCTF bersama mitranya dan didanai hibah Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang mendukung dan bersinergi bersama satuan kerja Kementerian PPN/Bappenas.

Program telah berjalan sejak 1998 dan dirancang dalam tiga tahap, yaitu inisiasi, percepatan, dan pelembagaan. Program tersebut akan berakhir pada 31 Maret 2022, dan dilakukan di 39 situs, tujuh kota, 38 kabupaten, dan 16 provinsi.

ANTARA