Percepat Pembangunan Daerah Perbatasan Dibutuhkan Sinergi dan Kolaborasi

Sekretaris Utama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud berbicara dalam Webinar Prof Talks: Membangun Indonesia dari Perbatasan di Jakarta, Selasa (29/3/2022). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak

JAKARTA – Sekretaris Utama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud mengatakan dibutuhkan sinergi dan kolaborasi lintas kementerian/lembaga untuk mempercepat pembangunan daerah perbatasan.

“Dibutuhkan sinergi dan sinkronisasi antar kementerian/lembaga dan masing-masing memposisikan diri dalam rencana aksi sehingga tidak terjadi duplikasi,” kata Restuardy dalam Webinar Prof Talks: Membangun Indonesia dari Perbatasan di Jakarta, Selasa 29 Maret 2022.

Sejumlah 1.031 kecamatan berada di desa perbatasan Indonesia terdiri atas 562 kecamatan berbatasan dengan negara tetangga dan 469 kecamatan berbatasan dengan laut lepas.

Saat ini tercatat 222 kecamatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024 dengan tingkat kemiskinan 57,41 persen.

Restuardy menuturkan pengelolaan perbatasan merupakan representasi kehadiran negara dan memenuhi hak warga negara yang ada di perbatasan, wilayah yang memiliki posisi strategis dan potensial karena bersinggungan dengan negara tetangga.

BACA JUGA:   Komisi VII DPR Desak Plt Dirjen Minerba Koordinasi Terkait IPR di Kepulauan Bangka Belitung

Ia mengatakan peran BNPP yang terdiri dari 27 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam membangun daerah perbatasan, yaitu memperkuat perbatasan negara, mengelola aktivitas lintas batas negara, dan membangun perbatasan kawasan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.

Restuardy juga mengatakan ada tiga langkah besar pemerintah dalam memperkuat pembangunan dan peran desa. Pertama adalah regulasi, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Kedua adalah kelembagaan untuk memperkuat kelembagaan di tingkat nasional dengan membentuk Kementerian khusus yang menangani desa, daerah tertinggal serta transmigrasi.

Ketiga adalah dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pemulihan ekonomi nasional, program prioritas nasional, dan adaptasi kebiasaan baru.

Sementara Profesor Riset Bidang Politik dan Pemerintahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan isu utama masyarakat yang tinggal di perbatasan adalah kesejahteraan dan kurang memadainya pembangunan infrastruktur.

BACA JUGA:   Lifting Migas Terus Menurun, Maman Golkar: PHE Belum Mampu Berkontribusi Terhadap Negara

Menurut Siti, akselerasi dan pembangunan dengan melibatkan BNPP sejauh ini juga belum menampakkan hasil yang menggembirakan. Dibutuhkan komitmen untuk mengubah paradigma pembangunan perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan.

Selain itu, perlu upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan aktivitas perekonomian masyarakat lokal, kerja inovatif dan partisipatif, serta dukungan semua pemangku kepentingan terkait.

Siti mengatakan teknologi informasi kini menjadi sarana untuk mendorong kinerja organisasi pemerintah daerah lebih efisien dengan digitalisasi layanan. Namun, tantangannya adalah masalah regulasi di tingkat pusat, penguasaan teknologi, serta infrastruktur teknologi yang harus merata dan memadai.

Di sisi lain, perubahan kondisi global menuntut penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan termasuk tata kelola pemerintahan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. (Antara/beritasampit.co.id).