Rektor UPR Diduga Tabrak Statuta, Senat Tak Berdaya

Muhammad Gumarang, Pengamat Sosial Politik dan Kebijakan Publik.(ft.pri)

Muhammad Gumarang (Pengamat Sosial dan Politik) 

Sebagai masyarakat Kalimantan Tengah tidak asing lagi dengan sebuah Lembaga Pendidikan Universitas Palangka raya (UPR) yang merupakan kebanggaan dan telah banyak menghasilkan para ilmuwan ataupun tehnokrat di segala bidang dalam peran sertanya terhadap pembangunan di Kalimantan Tengah khususnya.

Kini UPR, sebagai universitas plat merah yang berdiri sejak tahun1963 itu telah berusia 59 tahun. Sebuah usia yang cukup matang dalam perjalanannya mengelola pendidikan.

Tak lama lagi, atau dalam waktu dekat pada tahun 2022 ini, UPR akan melaksanakan Pemilihan Rektor baru. Bahkan nama-nama calon baru sudah mulai bermuculan, diantaranya 1.Prof Danes Jaya Negara, 2. Dr Berkat, 3. Dr. Aswin Usup, 4. Dr.Ir. Sosilawaty dan termasuk isunya Rektor yang sekarang Dr. Adrie SE.MSI juga ikut mencalon.

UPR sebagai salah satu lembaga Pendidikan Negeri yang ada di Kalimantan Tengah yang melaksanakan tugas mulia Tri Dharma Perguruan Tinggi sangatlah membutuhkan Rektor yang mampu memimpin pengelolaan UPR kedepannya yang lebih baik.

Namun sebelum Pemilihan Rektor dilaksanakan, UPR telah dilanda isu tak sedap yang diberitakan pada media pemberitaan, sebagaimana dilangsir diantaranya media siber beritasampit.co.id, tanggal 31 maret 2022, Rektor UPR yang menjabat sekarang diduga melakukan pelanggaran statuta dengan rangkap jabatan yaitu sebagai Rektor  merangkap sebagai Ketua Senat, hal ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat (6), sebagaimana pada ayat (5) huruf a dan b Peraturan Menteri Riset dan Tehnologi dan Pendidikan Tinggi RI No.42 tahun 2017 tentang Statuta UPR, bahwa Ketua dan Sekretaris Senat dari Wakil Dosen, bukan dari  Rektor.

BACA JUGA:   Berdiri Tahun 1961 dengan Modal Dasar Rp10 Juta, Bank Kalteng Sekarang Berhasil Menumbuhkan Aset Sampai Rp15,19 Triliun (Bagian 01)

Kemudian juga Rektor UPR mengangkat Dr.Petrus M.P. Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) menjadi Anggota Senat hal ini juga sama yaitu melanggar Statuta UPR Pasal 33 ayat (1) huruf a sampai f, pelanggaran statuta tersebut akibat Keputusan Rektor UPR  nomor 8459/UN24/KP/2021 perubahan kesembilan atas Keputusan Rektor UPR nomor 472/UN24/KP/2018.

Apa yang terjadi dengan adanya dugaan pelanggaran Statuta oleh Rektor UPR seharusnya tidak terjadi, karena dengan demikian fungsi Senat tidak akan jalan secara maksimal sebagai fungsi yang memberikan pertimbangan dan pengawasan akademik terhadap kebijakan Rektorat, dan akan membuka ruang terjadinya penyalahgunaan wewenang (Abuse Of Power), kemudian juga akan menyumbat jalannya demokrasi dalam sebuah organisasi yang berpotensi menjalankan organisasi arogansi kekuasaan.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Adanya dugaan pelanggaran terhadap Statuta UPR tersebut mencerminkan lemahnya sebuah nilai profesionalisme dan ketindak-sehatan jalannya organisasi yang bisa menimbulkan ketidak-harmonisan dan lemahnya fungsi-fungsi organisasi ditubuh UPR terutama fungsi Senat akibat rangkap jabatan dan jelas-jelas tidak diperbolehkan menurut Statuta UPR, namun ternyata ditabrak sehingga seperti istilah jeruk minum jeruk.

Kita kedepannya berharap Rektor UPR yang terpilih nanti dari generasi yang memiliki kualitas, dedikasi dan integritas  yang mumpuni, mampu membawa pengelolaan UPR yang lebih baik untuk masyarakat Kalimantan Tengah khususnya sukses dalam mengemban amanah menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan sebagai lembaga pendidikan yang menghasilan generasi yang terpelajar dan berahlaq, bahkan mampu menjadikan UPR sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang terkemuka di tingkat Nasional nantinya.***