Teknologi CCS/CCUS Dorong Lahirnya Insinyur Handal

PT Pertamina (Persero) bersama Exxonmobil menjalin kerja sama pengembangan teknologi CCS/CCUS untuk mengurangi emisi karbon dari kegiatan hulu migas. (ANTARA/HO-Pertamina)

JAKARTA – Industri minyak dan gas bumi di dalam negeri saat ini masih menghadapi tantangan komponen infrastruktur yang masih didominasi produk-produk impor.

Pakar Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) dari Institut Teknologi Bandung Rachmat Sule mengatakan pengembangan teknologi penangkapan karbon CCS/CCUS dapat meningkatkan kualitas human resource mulai dari desain produk hingga insinyur yang didominasi oleh orang-orang Indonesia.

“Bahkan kalau kita duluan bisa menguasai teknologi ini, mungkin ketika negara lain memerlukan kita sudah siap karena track record memang sudah pernah dilakukan di Indonesia,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ‘Membedah Nilai Keekonomian Teknologi Penyimpanan Karbon untuk Sektor Energi’ di Jakarta, Selasa 26 April 2022.

Rachmat menyampaikan dukungannya terhadap Kementerian Perindustrian untuk bisa mengakselerasi semua barang ataupun infrastruktur yang bisa diproduksi di dalam negeri.

BACA JUGA:   Dukung Hilirisasi Industri, Mukhtarudin Minta Seluruh Proyek Strategis Nasional Dipercepat

Menurutnya, meski kadang-kadang lebih mahal, tetapi minimal nilai tambahnya jauh lebih besar bagi Indonesia dan dilakukan oleh insinyur lokal yang punya hubungan terhadap pentingnya tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

Pemerintah Indonesia terus mendorong pengembangan teknologi CCS/CCUS untuk memberikan kontribusi optimal dalam mencapai target netralitas karbon sekaligus mendongkrak peningkatan produksi minyak dan gas bumi di dalam negeri.

Studi maupun proyek CCS/CCUS di Indonesia sedang berjalan di beberapa wilayah kerja minyak dan gas bumi, seperti Gundih, Sukowati dan Tangguh dengan total potensi simpanan karbon dioksida sekitar 41 juta ton.

BACA JUGA:   Mukhtarudin Dorong Percepatan Pengembangan Kendaraan Listrik di Tanah Air

Indonesia memiliki potensi penyimpanan sekitar dua giga ton karbon dioksida yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua. Sedangkan potensi saline aquifer 9,68 giga ton karbon dioksida dari cekungan Sumatera Selatan dan Jawa Barat.

Analis Energi dari Institute for Energy Economic and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna menuturkan pengembangan teknologi CCS/CCUS dan peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang penting dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia.

Sekarang Jepang, China, dan Korea Selatan masih berjibaku dalam pengembangan teknologi CCS/CCUS sehingga Indonesia dapat mengambil posisi dengan mengembangkan kapasitas dan keandalan insinyur yang menangani teknologi tersebut. (Antara/beritasampit.co.id).