Warga Tumbang Ramei Diadu Domba Soal Lahan Dengan PT BSL

IST/BERITA SAMPIT- Sisa Hutan di Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotawaringin Timur.

SAMPIT – Permasalahan warga Desa Tumbang Ramei Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dengan PT Bintang Sakti Lenggana (BSL) terus berlanjut.

Kepala Desa Tumbang Ramei, Natalis membenarkan masalah adu domba sesama masyarakat saling berdebat, ada empat orang yang beradu argumen terhadap masyarakat lainnya.

“Memang ada pihak yang mengadu domba sesama warga Desa Tumbang Ramei,” kata Natalis pada 11 Desember 2022.

Natalis menyampaikan ada pihak yang diutus perusahaan untuk mengadu domba sesama warga agar ada yang menerima PT BSL masuk ke wilayah desa mereka, upaya itu bertujuan agar warga desa terpecah belah.

BACA JUGA:   Komunikasi Cegah Konflik Sosial Dilaksanakan di Kodim 1015 Sampit

Ia mengimbau agar warga desanya harus tetap solid untuk menolah kehadiran PT BSL dan menunggu bupati mencabut izin perusahaan tersebut.

“Nanti juga pada hari Selasa 13 Desember 2022 akan ada pihak Pemkab Kotim turun ke lapangan,” ujarnya.

Seperti diberitakan di tengah menipisnya hutan Kotim, izin untuk perkebunan kelapa sawit ternyata terbit lagi, sekitar 4.000 hektare hutan asli di wilayah Desa Tumbang Ramei kini terancam hilang.

Namun demikian warga setempat beserta pihak desa kompak menolak, karena itulah satu-satunya hutan yang masih tersisa saat ini.

BACA JUGA:   Ingin Bebaskan Anak-anak dari Buta Al Quran, Aiptu Yosso Bangun TPQ Gratis yang Kini Dihuni 129 Santri

Bahkan sebagai bentuk protes mereka kini sudah menyurati Bupati Kotim, H Halikinnor perihal penolakan mereka terhadap izin baru PT BSL di wilayah desa tersebut.

Adapun masalah tersebut mencuat kembali setelah beberapa warga didatangi oleh utusan dari perusahaan untuk meminta kepala desa menandatangani sebuah dokumen persetujuan pemasangan tanda batas di wilayah Desa Tumbang Ramei, namun oleh warga ditolak.

Natalis dan Kepala BPD Wandi mengakui penolakan masyarakat ini karena masyarakat di wilayah itu ingin mempertahankan hutan itu sebagai hutan terakhir bagi mereka. (Nardi).