Remaja Samuda Tetap Lestarikan Budaya Bagarakan Sahur

IST/BERITA SAMPIT - Para anak dan remaja Samuda sedang berkumpul untuk melakukan tradisi Bagarakan Sahur

SAMPIT – Bagarakan Sahur, adalah tradisi masyarakat beberapa desa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) setiap tibanya bulan Ramadan, salah satunya di Samuda, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.

Muhammad Ridho, warga Samuda yang aktif di kegiatan kepemudaan mengatakan saat ini tradisi tersebut masih ada dan terdengar, tetapi tidak semarak tahun-tahun sebelumnya.

Pemuda yang kuliah di Sampit ini kembali ke kota kelahirannya melihat kegiatan Bagarakan Sahur di kota Samuda tepatnya di Jalan Parto Muksin atau simpang empat Basten dan Balai Desa yang menjadi titik kumpul pertemuan para remaja untuk membangunkan warga untuk sahur

“Sering kali di kota Walet itu pada malam-malam mendekati akhir bulan Ramadhan ini terdengar di perumahan warga sekitar suara musik yang di geromboli ratusan pemuda kota samuda,” ungkapnya, Kamis 20 April 2023.

Bagarakan sahur tersebut dilakukan oleh anak-anak dan remaja, mereka keliling kampung dengan membawa gerobak yang dirakit beberapa soundsystem untuk menimbulkan pancingan suara agar menjadi simbol berkumpul para pemuda lalu menimbulkan irama musik yang menggema.

BACA JUGA:   Dua Bocah Jadi Korban Tabrak Lari Mobil Terekam CCTV, Begini Kronologis dan Identitasnya

Bunyi-bunyian tersebut bergema di waktu sahur dibarengi dengan suara para anak anak dan remaja dengan seruan “sahur-sahur” di sertai musik untuk meramaikan aktivitas bagarakan sahur.

“Mengingat tradisi lama sebuah catatan dulu, bagarakan sahur merupakan aktivitas pemuda Samuda yang bangun di tengah malam selama bulan Ramadhan dengan tujuan membangunkan kaum muslim untuk makan sahur,” ungkapnya.

Ridho menjelaskan awalnya bagarakan sahur itu yang melakukannya didominasi suku Melayu Banjar. Budaya ini menjadi bagian dari Melayu Islam, seiring masuknya Islami ke wilayah Banjar.

“Budaya bagarakan sahur juga spesifik dengan kemampuan menyesuaikan diri atas kondisi kehidupan masyarakat dan potensi alam,” ujarnya.

Makanya, dalam acara bagarakan sahur sering kali orang memanfaatkan momen untuk berkumpul sama teman lamanya ketika mereka sudah semua kembali ke desa nya masing-masing untuk meningkatkan rasa persaudaraan pemuda dan masyarakat.

BACA JUGA:   Mendapat Keluhan Warga, Taman Kota Sampit Akan Dirancang Ulang dengan Jasa Konsultan

Era tahun 60-an hingga 70-an bagarakan sahur menjadi hiburan rakyat yang populer setiap Ramadhan. Saat itu, tak hanya besi tua yang menjadi alat yang dipukul tetapi ditambah dengan suara seruling, gendang, dan gong.

Suara dentingan besi tua diselengi dengan suara seruling, gendang, dan gong menghasilkan irama yang enak didengar. Akibatnya, warga selain mudah terbangun oleh suara bising besi tua juga merasa terhibur oleh suara suling dengan irama khas lagu-lagu Banjar. Kini menjadi moderen semua serba alat musik dengan salon yang menggunakan listrik.

“Tentunya, sering diangkut dengan gerobak. Bahkan, ada sebagian menggunakan soundsystem dengan memutar lagu-lagu dangdut seperti masyarakat samuda lakukan sekarang,” ujarnya.

Upaya menghidupkan budaya “bagarakan” tersebut dilakukan oleh para pemuda Samuda atau daerah lainnya yang berminat untuk melestarikannya dan sering melakukan begarakan sampai waktunya sahur. (Nardi)