Mengatasi Stunting: Membangun Masa Depan Sehat Generasi Muda

Penulis Khazein Jadwa Syafia/ Mahasiswi Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

SEBAGAI seorang sarjana gizi yang terlibat dalam layanan kesehatan, edukasi, dan
konseling, saya merasa tanggung jawab untuk memberikan pemahaman lebih
dalam kepada masyarakat tentang isu gizi yang sedang mendapat perhatian besar
dewasa ini, yaitu stunting (Udu et al., 2019). Melalui platform online, kita dapat menyebarkan informasi dan memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai dampak stunting serta langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk
memastikan generasi muda kita tumbuh dengan optimal.

Mengapa Stunting Menjadi Isu yang Mendedak?

Stunting, yang seringkali diartikan sebagai pertumbuhan fisik yang terhambat pada
anak-anak, bukanlah sekadar masalah kesehatan semata (Ramli, 2023). Ini juga menciptakan dampak jangka panjang pada perkembangan kognitif, pendidikan, dan
produktivitas individu di masa depan. Stunting menciptakan ketidaksetaraan awal dalam akses terhadap peluang, menghambat anak-anak untuk meraih potensi penuh mereka. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung menghadapi kesulitan belajar, memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit, dan sering kali mengalami tantangan dalam mencapai prestasi optimal dalam kehidupan mereka (Oktoyoki Hefri, n.d.). Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanganan stunting bukan hanya mengenai kesehatan fisik semata, tetapi juga merupakan investasi dalam masa depan pembangunan manusia yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dengan memahami bahwa stunting melampaui aspek kesehatan, kita dapat lebih bermakna dalam menyuarakan urgensi penanganan holistik terhadap masalah ini.

Peran Ibu Hamil dan Menyusui Dalam Mengatasi Stunting

Sebagai seorang sarjana gizi yang aktif terlibat dalam memberikan edukasi dan
konseling, saya melihat betapa pentingnya peran ibu hamil dan menyusui dalam upaya pencegahan stunting. Masa ini bukan hanya krusial untuk kesehatan ibu, tetapi juga menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak yang
dikandungnya.

Ibu hamil membutuhkan asupan nutrisi yang memadai untuk mendukung pertumbuhan janin dengan optimal (Hidir, 2022). Kekurangan gizi pada masa ini dapat berdampak besar pada perkembangan fisik dan mental anak. Oleh karena itu, edukasi gizi kepada ibu hamil tidak hanya mengenai jumlah makanan yang dikonsumsi, tetapi juga mengenai kualitas nutrisi yang dibutuhkan oleh janin. Pentingnya asupan zat gizi seperti asam folat, zat besi, kalsium, dan protein dalam jumlah yang cukup tidak hanya membantu pertumbuhan fisik janin tetapi juga memainkan peran signifikan dalam pembentukan sistem saraf, tulang, dan organ tubuh yang optimal (Ali, 2021). Dengan memberikan penekanan pada keberagaman makanan dan pentingnya memasukkan berbagai jenis nutrisi dalam pola makan sehari-hari, edukasi ini bukan hanya bertujuan untuk mengatasi defisiensi gizi tetapi juga untuk memberdayakan ibu hamil dengan pengetahuan yang memadai untuk membuat pilihan gizi yang cerdas dan mendukung perkembangan janin secara menyeluruh. Dengan demikian, investasi dalam pendidikan gizi bagi ibu hamil bukan hanya tentang mengonsumsi makanan dalam jumlah yang mencukupi, melainkan tentang memberikan pondasi kuat bagi kesehatan dan perkembangan optimal anak sejak dini.

BACA JUGA:   Keterwakilan 30 Persen Perempuan di Parlemen Masih Sebatas Asa, Legislator Golkar Bilang Begini!

Sementara itu, ibu menyusui memiliki peran kunci dalam memberikan nutrisi esensial kepada bayi. ASI (Air Susu Ibu) tidak hanya menyediakan nutrisi, tetapi juga membangun dasar sistem kekebalan tubuh anak. Oleh karena itu, mendukung praktik pemberian ASI eksklusif menjadi langkah konkret dalam mencegah stunting pada awal kehidupan. Keunikan ASI sebagai cairan kehidupan tidak hanya terletak pada kandungan nutrisinya yang lengkap, tetapi juga pada kemampuannya untuk menyediakan perlindungan terhadap penyakit dan infeksi. Dengan menyuarakan dan mempromosikan kebiasaan pemberian ASI eksklusif, kita tidak hanya memastikan ketersediaan nutrisi yang optimal untuk tumbuh kembang bayi, tetapi juga memberikan dasar yang kokoh bagi sistem imunnya, memberikan perlindungan awal yang tak ternilai dalam menghadapi tantangan kesehatan di masa depan. Sehingga, langkah sederhana ini bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik bayi, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang dalam kesejahteraan dan perkembangan anak-anak, serta mendorong pemahaman bahwa pemberian ASI eksklusif adalah hak setiap bayi untuk memulai hidupnya dengan
penuh perlindungan dan potensi.

Membangun Kepekaan Masyarakat Terhadap Stunting

Melalui layanan kesehatan online, kita dapat membangun kepekaan masyarakat terhadap stunting. Artikel, video, dan infografis dapat menjadi sarana efektif untuk menyampaikan informasi dengan cara yang mudah dipahami. Edukasi online tidak hanya dapat mencakup ibu hamil dan menyusui, tetapi juga mencapai khalayak yang lebih luas, termasuk keluarga, guru, dan masyarakat umum. Dengan
memanfaatkan teknologi, kita dapat menciptakan konten edukatif yang menarik
dan dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat, menjembatani kesenjangan
akses informasi.

Penting untuk merangkul pendekatan yang positif dan memberikan solusi konkret.
Alih-alih hanya menyoroti masalah, kita perlu memberikan informasi tentang langkah-langkah yang dapat diambil oleh masyarakat untuk mencegah stunting. Ini termasuk pola makan seimbang, pemberian ASI eksklusif, dan pemantauan kesehatan rutin selama masa kehamilan. Dengan memberikan solusi konkret, kita memberikan panduan yang dapat diikuti oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pendekatan positif juga dapat meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan stunting.

BACA JUGA:   Legislator Golkar Apresiasi KPU RI Laksanakan Pemilu 2024 Dengan Damai

Tantangan Dalam Pengentasan Stunting

Meskipun ada upaya yang signifikan dalam mengatasi stunting, tantangan-tantangan tetap ada. Faktor sosial, ekonomi, dan budaya dapat menjadi hambatan dalam mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat terkait gizi (Dhami et al., 2019). Oleh karena itu, perlu ada kerjasama antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan optimal anak-anak. Upaya mengatasi stunting tidak bisa berdiri sendiri; diperlukan pendekatan yang holistik yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk merancang kebijakan dan program yang berkelanjutan. Pemerintah memiliki peran sentral dalam menciptakan kebijakan yang mendukung, alokasi anggaran yang memadai, dan mengoordinasikan berbagai sektor untuk mencapai tujuan bersama. Lembaga kesehatan juga harus aktif dalam memberikan dukungan teknis dan sumber daya yang diperlukan untuk implementasi kebijakan. Namun, peran masyarakat tidak bisa diabaikan. Edukasi gizi dan perubahan perilaku harus ditanamkan dalam masyarakat untuk menciptakan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya gizi dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran akan dampak stunting tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan lembaga kesehatan, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong pertumbuhan optimal anak-anak. Dengan demikian, sinergi antara ketiganya akan menciptakan pondasi yang kokoh untuk mengatasi stunting dan mencapai hasil yang berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Penutup

Sebagai seorang sarjana gizi, saya berharap bahwa informasi ini dapat menjadi titik awal bagi perubahan positif dalam penanganan stunting (Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Widya Karya Malang et al.,2023). Pengentasan stunting bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau tenaga kesehatan, tetapi juga merupakan kewajiban bersama seluruh masyarakat. Dengan memberikan edukasi dan konseling secara online, kita dapat menciptakan kesadaran yang lebih besar, merangsang perubahan perilaku, dan membantu membangun masa depan yang lebih sehat untuk generasi penerus kita.

Penulis Khazein Jadwa Syafia/ Mahasiswi Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta