Bareskrim Polri Bentuk Tim Usut RS Sengaja Buat Pasien Covid-19, IPW: Segera Tangkap Mafia Kesehatan

Ilustrasi Tenaga Kesehatan. Dok: Istimewa

JAKARTA– Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi langkah cepat Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri membentuk tim khusus untuk membongkar mafia kesehatan di rumah sakit yang diduga sengaja meng-Covid-19-kan pasien.

“Mafia kesehatan ini dapat merugikan negara dan masyarakat. Ada beberapa hal yang mengharuskan kasus ini segera diusut secara tuntas,” ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.

Neta berharap para mafia kesehatan yang merampok uang negara bisa diseret ke pengadilan Tipikor, dan keresahan masyarakat akibat ulah para mafia kesehatan yang mengcovidkan pasien ini bisa diatasi.

Dengan adanya Mafia Kesehatan tersebut, pertama, validitas angka korban Covid-19 di Indonesia, terutama yang tewas menjadi tidak akurat.

“Kedua, negara dirugikan karena anggaran negara untuk korban Covid-19 dirampok oleh para mafia kesehatan,” ujarnya.

Ketiga, beber Neta, keluarga korban pengcovidan oleh mafia kesehatan menjadi dikucilkan masyarakat sekitarnya yang khawatir virus tersebut menular kepada mereka.

Neta juga meminta supaya Bareskrim bisa bekerja lebih cepat untuk menangkap mafia kesehatan yang dinilai sudah merampok uang negara melalui pasien yang sengaja dicovidkan.

Menurut informasi yang diterima IPW, biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp 290 juta. Hal itu tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19.

“Jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp 105 juta sebagai biaya paling rendah. Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp 231 juta per orang,” ujarnya.

Untuk mengetahui besaran angka pasien murni Covid-19 dan pasien yang sengaja dibuat positif corona, Neta mengimbau agar Bareskrim mengaudit seluruh RS rujukan yang ada di Indonesia.

“Untuk itu Bareskrim perlu mengusut dan mengaudit seluruh rumah sakit rujukan Covid 19 agar diketahui seberapa besar sesungguhnya korban meninggal akibat Covid 19 dan berapa besar pula korban yang dicovidkan,” kata dia.

Neta juga mengungkit persoalan yang terjadi pada 27 April 2020 lalu, di mana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Utara sempat mengumumkan, dari 61 pasien yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19, ternyata diketahui 43 di antaranya negatif corona.

Lalu 14 Juli 2020, enam makam di TPU Teluk Kabung, Padang, Sumbar yang dimakamkan. Pada 8 Juni 2020, keluarga Ade Margani menuntut RSUD Balaraja, Banten karena yang bersangkutan dimakamkan dengan prosedur covid padahal hasil tes negatif covid.

“Berbagai kasus pengcovidan ini jelas sangat meresahkan masyarakat dengan prosedur Covid-19 dibongkar atas permintaan keluarga karena hasil tesnya negatif covid,” imbuh Neta.

Untuk itu, Neta berharap gerak cepat Bareskrim Polri sangat diperlukan agar data Covid-19 benar-benar valid, dan uang negara bisa diselamatkan.

“Para mafia kesehatan yang merampok uang negara bisa diseret ke pengadilan Tipikor, dan keresahan masyarakat akibat ulah para mafia kesehatan yang mengcovidkan pasien ini bisa diatasi,” pungkas Neta S Pane.

(dis/beritasampit.co.id)