Wakil Ketua MPR Minta Pemerintah Harus Desak Myanmar Hormati Piagam ASEAN

Junta militer resmi berkuasa di Myanmar. Istimewa

JAKARTA- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid prihatin dengan terjadinya kudeta militer atas pemerintahan sipil di Myanmar.

Junta militer resmi berkuasa di Myanmar setelah angkatan bersenjata Tatmadaw menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan para pemimpin sipil lainnya dalam kudeta yang berlangsung pada Senin (1/2/2021).

Hidayat pun mengingatkan pemerintah Indonesia secara aktif dan serius mendesak Myanmar menghormati Piagam ASEAN.

Terutama terkait salah satu tujuan pembentukan ASEAN dalam Pasal 1 ayat (4) yakni memastikan bahwa masyarakat dan negara anggota ASEAN, hidup damai dengan dunia luas dalam lingkungan yang adil, demokratis dan harmonis.

“Dengan mematuhi tujuan pembentukan ASEAN, maka setidaknya ada tiga hal yang perlu dilindungi di Myanmar. Yakni, demokrasi yang sudah mulai berlangsung di Myanmar, Warga Negara Indonesia (WNI), dan kaum marginal seperti etnis Rohingya yang teraniaya selama ini,” tandas Hidayat, Kamis, (4/2/2021).

Kata Hidayat, sebagai negara terbesar dan pendiri ASEAN, Indonesia harus melakukan segala upaya yang dimilikinya untuk melindungi tiga hal tersebut. Walau memang salah satu prinsip yang dipegang di ASEAN adalah prinsip non-interference.

BACA JUGA:   Teras Narang: Perubahan atas Undang-undang Paten merupakan Keniscayaan

Lebih lanjut, Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Jakarta II, meliputi Jakarta Pusat, Selatan dan luar negeri ini mengapresiasi sikap Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Yangon, yang melindungi para WNI.

Menurut Hidayat, KBRI telah mengimbau para WNI yang berjumlah sekitar 500 orang di Myanmar untuk waspada dan meminimalisasi kegiatan non-esensial di luar rumah.

Selain itu, KBRI juga telah berkomunikasi dengan simpul-simpul masyarakat Indonesia di Myanmar.

“Langkah cepat itu patut diapresiasi, tapi penting dikawal pelaksanaannya, agar WNI yang berada di Myanmar benar-benar aman dan selamat. Namun, sebagai salah satu negara yang sejak awal menginisasi pembentukan ASEAN untuk menjaga stabilitasi serta menciptakan iklim demokrasi di kawasan, Pemerintah Indonesia harusnya lebih bisa memainkan perannya yang lebih besar,” imbuhnya.

Politisi PKS itu melanjutkan peran besar adalah menjamin demokrasi bisa berjalan dengan baik di Myanmar dan etnis minoritas Rohingya tidak kembali menjadi korban. Ia mengatakan bahwa

BACA JUGA:   Komisi VII DPR RI Mendesak Kementerian ESDM Kaji Ulang PJUTS yang Bermasalah

Kondisi tersebut, para etnis Rohingya sekarang ini ibarat keluar dari mulut buaya, tetapi justru malah masuk ke mulut singa.

“Di era Aung San Suu Kyi nasib Muslim Rohingya tertindas. Di khawatirkan kudeta militer, ini berimplikasi buruk kepada nasib 600 ribuan penduduk Muslim Rohingya. Karena Panglima Militer yang memimpin kudeta pernah diminta oleh Dewan HAM PBB untuk diselidiki atas genosida di Negara Bagian Rakhine utara, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Negara Bagian Rakhine, Kachin dan Shan,” jelasnya.

Karena itu, HNW berharap pemerintah Indonesia mengajak negara anggota ASEAN, bergerak menyelamatkan prinsip-prinsip yang sudah disepakati di Piagam ASEAN.

“Agar tak terjadi lagi genosida terhadap warga Rohingya yang bisa berdampak terjadinya eksodus besar-besaran lagi ke kawasan ASEAN, dan akan menjadi beban bagi ASEAN juga,” pungkas Hidayat Nur Wahid.

(dis/beritasampit.co.id)