Penggarapan Situs Budaya dan Plasma Sawit, Warga Seruyan Ngadu ke DPR RI

IST/BERITA SAMPIT - Perwakilan masyarakat dan aktivis Kalteng saat menyerahkan berkas gugatan kepada anggota Anggota DPR RI.

JAKARTA – Masyarakat dan aktivis Kalimantan Tengah (Kalteng) khususnya dari Kabupaten Seruyan, Kecamatan Seruyan Tengah, Batu Ampar, Desa Teluk Bayur, Desa Tangga Batu, Ferawa, Desa Durian Kait menyampaikan aspirasi terkait hak masyarakat kepada perusahaan kepada anggota DPR RI di Jakarta, Rabu 20 Oktober 2021.

Mereka diterima langsung Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kalteng, H Mukhtarudin mendampingi H. Dedi Mulyadi, yang juga merupakan Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kabupaten Purwakarta, Bekasi dan Karawang.

Kepala Desa Durian Kait, Barnabas yang mewakili empat desa dari Kecamatan Seruyan Tengah dan Batu Ampar, didampingi oleh Domeng, selaku Mantir Adat, serta Yongki Agustar yang merupakan Aktivis Mahasiswa Kalteng menyampaikan keluh kesah serta berbagai persoalan yang tengah dirasakan oleh masyarakat.

BACA JUGA:   Legislator Golkar: Mari Perkuat Ikatan Kebangsaan Pasca Pemilu 2024

Salah satunya, terkait dengan hak 20 persen dari perusahaan. Menurut Dia, bahwa itu berdasarkan peraturan undang-undang (UU) yang berlaku, penggarapan situs budaya dan ritual dan konservasi kawasan rawa yang di tanam sawit.

Anggota DPR RI Dapil Kalteng, H Mukhtarudin mengungkapkan bahwa, apa yang telah disampaikan oleh masyarakat dan para aktivis tersebut akan terus diperjuangkan apa yang akan menjadi hak dan kewajiban dari rakyat.

“Tidak boleh ada siapapun yang melarangnya dan membackingnya. Hak rakyat harus menjadi hak rakyat,” tegas H. Mukhtarudin dalam keterangan yang diterima beritasampit.co.id.

Hal yang sama disampaikan Dedi Mulyadi yang juga Mantan Bupati Purwakarta, bahwa aspirasi rakyat yang disampaikan tersebut sangat mendukung, karena ini bagian dari pada tanggungjawab pihaknya yang bagian dari Komisi IV.

BACA JUGA:   Cuaca Ekstrem di Kalteng dan Kalbar, Legislator Golkar: Pemerintah Harus aktif Lakukan Mitigasi Bencana Alam

Dia menegaskan, perusahaan perkebunan kelapa sawit harus memperhatikan masyarakat Dayak untuk mendapatkan konsesi dari apa yang mereka usahakan yaitu hak 20 persen dari HGU.

Kemudian menurut Dedi, perusahaan juga harus memperhatikan aspek-aspek spritualitas dan budaya yang melekat pada kearifan lokal masyarakat Dayak. Sebab, tidak mengganggu dan merugikan aktivitas berusaha.

“Tidak elok bagi mereka yang hidup secara turun temurun terlahir di tanahnya, tapi tidak diperlakukan secara adil. Kita akan melakukan dua hal yaitu akan turun ke lapangan dan yang kedua memanggil perseroan terbatas dengan RDP untuk dipertemukan dengan masyarakat agar permasalahan ini cepat selesai,” tutup Dedi Mulyadi.

(M.Slh/beritasampit.co.id).