Paripurna Reposisi Alat Kelengkapan Dewan Dinilai Sudah Melanggar Tatib

IM/BERITA SAMPIT - Anggota Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Sihol Parningotan Lumban Gaol.

SAMPIT – Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Kotawaringin Timur, Sihol Parningotan Lumban Gaol menyampaikan pelaksanaan paripurna membahas soal reposisi Alat Kelengkapan Dewan (AKD) telah melanggar tata tertib (Tatib) kelembagaan.

“Setelah kita pelajari dengan seksama mulai dengan paripurna yang di laksanakan pada 14 Februari lalu, banyak sudah terjadi kesalahan yang melanggar Tatib kelembagaan anggota DPRD. Kita paham semua bahwa Tatib DPRD itu adalah acuan untuk melaksanakan segala tugas fungsi sebagai anggota DPRD, itu pasti,” katanya, Kamis 24 Februari 2022 sore.

Ia menjelaskan bahwa sejak dimulainya paripurna itu sebenarnya sudah ada pelanggaran, yaitu dimana sejak pimpinan dalam hal ini Ketua DPRD Dra. Rinie sudah melakukan skorsing terhadap paripurna tersebut, maka seharusnya apabila skor itu belum dicabut oleh siapa yang memimpin sidang pada saat itu maka dengan secara otomatis semua jadwal yang sudah pernah dijadwal oleh DPRD melalui Banmus itu otomatis batal.

Lanjut ia menjelaskan, agar bisa mengakomodir apalagi kelanjutan jadwal DPRD di bulan tersebut maka seharusnya langsung melaksanakan rapat pimpinan (Rapim), setelah Rapim itu baru di Banmus ulang. Namun dalam fakta yang terjadi justru setelah ada skor dari pimpinan rapat yakni Ketua DPRD lalu diambil alih oleh wakil Ketua untuk mencabut skor.

“Ini dalam etika persidangan tidak dibenarkan dan diperbolehkan, itu melanggar aturan, siapa yang memimpin rapat di awal dan menskor maka seharusnya dia yang cabut skor. Itu etika bersidang sebenarnya, ini banyak kawan-kawan di DPRD kadang tidak memahami aturan bersidang, tidak dipahami bagaimana etika bersidang, bagaimana tahapan pembentukan AKD, padahal secara jelas kok disebutkan bahwa pembentukan AKD ada tahapan-tahapannya,” jelasnya.

Pria yang akrab disapa Gaol ini menyampaikan tahapan pertama seharusnya ada tahapan penyampaian setiap fraksi-fraksi tentang komposisi keanggotaan dalam setiap komisi dan atau AKD, setelah itu lalu komisi-komisi yang sudah ada komposisi diantar oleh setiap fraksi itu.

BACA JUGA:   Dewan Minta Pemkab Kotim Turun Langsung Melihat Kondisi Jalan Mentaya Hulu

Dengan melakukan hal seperti itu berarti di komisi di adakan pemilihan unsur pimpinan komisi untuk memilih siapa Ketua, wakil ketua dan sekretaris, siapa yang memilih tentunya adalah anggota yang ada dalam komisi. Ini pun tidak ada di laksanakan. “Pemilihan unsur pimpinan dalam komisi bisa secara aklamasi, tidak bisa aklamasi berarti ada pemilihan voting, voting terbuka dan voting tertutup,” tegasnya.

Apabila sudah terpilih di setiap komisi selanjutnya di setor ke sekretaris dewan untuk di buatkan SK, SK itu di bacakan dan di sahkan.

“Paripurna itu sejatinya untuk mengesahkan bahwa AKD itu benar adanya dan sudah melalui tahapan musyawarah mufakatnnya inipun tidak ada dilalui, justru yang kita lihat berkembang itu yang lucunya itu, partai yang masuk terlalu jauh kedalam lembaga, elit-elit partai ini yang seolah-olah mereka yang menentukan secara langsung sesuai posisi di kesekretariatan DPRD. Itu tidak bisa, tidak ada ranahnya. Mereka hanya bisa masuk ke fraksi,” ucap Gaol.

Jika partai memiliki keinginan menurut Gaol hal itu bisa dilalui lewat fraksi, apa keinginan dan kehendak mereka. Selanjutnya fraksi yang membawa apa yang telah disepakati dengan partai ke persidangan. Tetapi pada kenyataannya jika melihat pada SK yang sudah terbuat justru yang dibuat dalam SK memperhatikan surat keputusan dari beberapa partai.

“Di dalam SK yang sudah dibuat itu pada poin menimbang ada bahasa memperhatikan surat keputusan partai, mana boleh seperti itu. Seharusnya keputusan atau paling tidak surat dari fraksi yang menyampaikan komposisi anggota yang di kirim untuk menduduki setiap komisi, bukan surat dari partai,” timpalnya.

BACA JUGA:   Dinilai Merugikan Daerah, Dewan Desak Pemkab Cek Izin Galian C di Kecamatan Cempaga

Anggota Komisi I ini juga angkat suara soal bahasa bahwa partai Demokrat dan PDIP ditinggalkan dalam komposisi AKD, disampaikan Gaol, ditinggal seolah bahasa di luar bahwa di frame seolah bahwa mereka memberanggus fraksi Demokrat dan PDIP di struktur AKD yang ada di kelembagaan, jika di frame seperti itu dan melalui mekanisme yang benar akan pihaknya akan mengakui.

“Tapi sejatinya kawan-kawan di DPRD dan fraksi ini seakan memperlihatkan bahwa politik itu arti sebenarnya adalah pembagian-pembagian kekuasan, bermusyawarah untuk membagi kekuasan itu, bagaimana komposisinya boleh di sana kesempatan kita mempraktekan politik kita dengan benar dan baik,” sampainya.

“Bukan bahasa memberanggus, apa yah kepentingannya. Sekarang begini semua tahu bahwa PDIP adalah pemenang pemilihan legislatif waktu yang lalu, yang kedua, PDIP dan Demokrat saat pilkada berhasil mengantarkan Bupati dan Wakil Bupati. Sekarang apa kira-kira yang mendasari, seolah-olah ada keinginan mereka melawan pengusung kepala pemerintahan daerah, apa alasannya kira-kira. Selama ini yang saya amati, saya lihat secara jelas bahwa pemerintah daerah selam ini tidak pernah membedakan pembinan atau perlakuan dalam melayani setiap fraksi di DPRD, boleh di cek kalau ada coba tunjukan ke saya,” jelasnya panjang.

Gaol juga menegaskan bahwa kawan-kawannya di fraksi lain yakni lima fraksi ini tidak mengedepankan rasa persahabatan, seolah-olah langsung di buang jauh, padahal kalau sepengetahuan dirinya secara pribadi dan secara individu sesama anggota dewan selalu saling melengkapi. “Tetapi kenapa harus memberangus keinginan dari pada fraksi yang dua ini (red-Demokrat dan PDIP),” tanyanya. (im/beritasampit.co.id).