Waketum ICMI Pusat Ungkap Sejarah Lahirnya ICMI

IST/BERITA SAMPIT - Wakil Ketua Umum ICMI Pusat, Priyo Budi Santoso saat menyampaikan paparan sejarah lahirnya ICMI pada kegiatan Ramadan Leadership Camp yang dilaksanakan oleh ICMI Orwil Kalimantan Tengah, bertempat di Aula Bappeda Litbang Provinsi Kalteng, Sabtu, 1 April 2023.

PALANGKA RAYA – Wakil Ketua Umum ICMI Pusat, Priyo Budi Santoso membeberkan sejarah terbentuknya Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) di hadapan ratusan peserta muslim yang ada di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Hal tersebut disampaikan, Wakil Ketua ICMI Pusat  itu dalam kegiatan Ramadan Leadership Camp yang dilaksanakan oleh ICMI Orwil Kalimantan Tengah, bertempat di Aula Bappeda Litbang Provinsi Kalteng, Sabtu, 1 April 2023.

Mantan Wakil Ketua DPR RI (2009-2014) itu menjelaskan secara singkat mengenai sejarah lahirnya ICMI berawal dari diskusi-diskusi yang dilakukan oleh para cendekiawan Muslim sejak 1984.

“Diskusi-diskusi tentang gagasan pembentukan organisasi para cendekiawan Muslim yang pernah diadakan di Bogor, Makassar, dan Surabaya, mendorong Letjen (purn.) Achmad Tirtosudiro membentuk sebuah forum dengan nama Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (FKPI), sehingga FKPI inilah cikal bakal dari ICMI,” ungkap Priyo

Kemudian, ia melanjutkan Pada Februari 1990, sekelompok mahasiswa di masjid kampus Universitas Brawijaya, Malang. Mereka masih merasa prihatin dengan kondisi umat Islam, terutama para cendekiawan Muslim yang sibuk dengan kepentingan kelompok atau aliran masing-masing.

“Forum tersebut menghasilkan gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas, yang rencananya digelar pada 29 September sampai 1 Oktober 1990,” bebernya

BACA JUGA:   Golkar Siap Usung Kaspinor di Pilkada Sukamara

Lanjut, kelima mahasiswa Universitas Brawijaya itu yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mudakir, M Zaenuri, Awang Surya, dan M Iqbal menemui para pembicara, yakni Immaduddin Abdurrahim dan M Dawam Rahardjo.

“Saat itu, mereka juga berdiskusi hingga muncul pemikiran untuk membentuk wadah bagi cendekiawan Muslim yang berlingkup nasional,” terangnya

Immaduddin Abdurrahim, M Dawam Rahardjo, dan Syafi’i Anwar itulah imbuh dia, kemudian mengantar Erik Salman dan kawan-kawan untuk menemui BJ Habibie, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek).

“Mereka meminta BJ Habibie menjadi pemimpin organisasi cendekiawan Muslim dalam lingkup nasional. Pemilihan BJ Habibie dirasa sesuai dengan maksud pendirian organisasi, yaitu meningkatkan kemampuan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan menjadi faktor penentu bagi suksesnya pembangunan Indonesia di abad ke-21,” jelas Wakil Ketua ICMI Pusat itu.

Ia menambahkan bahwa, saat itu Almarhum Prof. BJ. Habibie memberikan dua syarat agar jika dirinya ingin dijadikan Ketua ICMI.

BACA JUGA:   Pengendalian Karhutla di Kalteng Terus Mengalami Perbaikan

“Syarat pertama adalah 40 orang Doktor atau cendekiawan muslim pada saat itu harus menandatangani proposal yang menginginkan dirinya (BJ Habibie) menjadi ketua ICMI. Kedua, jika presiden mengijinkan dirinya sebagai ketua ICMI,” bebernya lagi.

Singkat cerita kata Politikus Indonesia itu, karena masa suasan politik pada tahun 1998 yang membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden pada saat itu, dan menjadikan BJ Habibie yang merupakan Wakil Presiden menjadi Presiden pengganti Soeharto.

“Karena Ketua ICMI pertama BJ Habibie menjadi Presiden ini menjadi batu lompatan yang besar bagi ICMI kal itu, karena berhasil mengantarkan tokoh ICMI menjadi Presiden RI. Sehingga BJ Habibie turun dari Ketua Umum dan digantikan oleh Letjend TNI (Purn) Achmad Tirtoaudiro,” pungkas Budi menjelaskan.

Untuk diketahui, ICMI merupakan organisasi masyarakat dari para cendekiawan Muslim di Indonesia yang berasaskan Islam dan berlandaskan Pancasila.

ICMI didirikan dengan tujuan mewujudkan tata kehidupan masyarakat madani yang diridoi Allah dengan meningkatkan mutu keimanan dan ketakwaan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, kecendekiawanan dan peran serta cendekiawan muslim se-Indonesia. (Rahul).