Direktur RSUD dr Murjani Sampit Sebut Permasalahan yang Mencuat Karena Adanya Miss Komunikasi

BAIM/BERITA SAMPIT - Direkrut RSUD dr Murjani Sampit, dr Sutriso.

SAMPIT – Terkait adanya aksi penolakan terhadap salah satu pasien yang ingin melakukan pengobatan di rumah sakit umum daerah (RSUD) dr Murjani Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Direkrut menyebutkan karena adanya miss komunikasi.

“Jadi awalnya keluarga pasien ini tidak ngomong kalau dia mau menggunakan BPJS, kemudian ketika ada pembayaran dia nggak ngomong harusnya ngomong aja lah kalau memang dia enggak mampu. Kalau dia bicara diawal pasti akan kita cari jalan keluarnya, waktu itu ibunya nggak masalah ketika ibu itu harus bayar ya kita anggap tidak ada masalah waktu itu,” kata Direktur RSUD dr Murjani Sampit dr Sutriso, Rabu 10 Januari 2024.

Lanjut ia menjelaskan, setelah ibu pasien datang meminta agar supaya BPJS nya berlaku pihak RSUD pun memberikan bantuan sesuai dengan prosedur untuk kepengurusan BPJS.

“Karena kan memang kita antisipasi, Bapak Bupati mengharapkan memang masyarakat yang tidak mampu itu di cover dengan penerima bantuan iuran (PBI), yakni pembayaran iurannya dibantu oleh pemerintah daerah. Kemarin kita sudah rapat memang banyak sekali terjadi kondisi seperti ini, banyak sekali mereka yang biasanya mandiri nah permasalahannya kan nunggak inilah yang harus kita tangguhkan. Syarat-syaratnya memang dari Dinas Kesehatan harus ada surat keterangan tidak mampu, KTP nya harus Kotim baru kemudian mengurus di BPJS,” jelas dia.

BACA JUGA:   PT SCC Dinilai Ingkar Janji, Koperasi di Cempaga Hulu Lakukan Pemortalan Jalan

Saat disinggung soal adanya penolakan terhadap pasien yang tidak mampu, Sutriso menegaskan bahwa pasien itu sudah dilayani, diperiksa dan tes kesehatannya.

“Setelah di tes dan lain sebagainya, disarankan untuk periksa lab supaya tahu. Nah awalnya dia itu nggak ngomong kalau dia mau pakai BPJS, kalau awalnya dia pilih BPJS dari kan enak. Tapi anaknya sudah diperiksa oleh dr Yanti, cuman untuk menentukan apakah rawat inap harus periksa lab, disitulah permasalahannya dia nggak ngomong dan ibu pasien itu langsung ke kasir. Seharusnya dia ngomong dari awal dia di tolak dari Puskesmas Ketapang I itu, masalahnya di BPJS dan dia nggak ngomong,” bebernya.

“Makanya pada rapat tadi kita harapkan supaya kalau ada kejadian seperti ini cepat kita tanggulangi karena kan kemungkinan ada orang atau pasien tidak mampu dan kita harus cepat tanggapi itu,” timpal Sutriso.

Sementara ia juga menepis terkait adanya informasi liar yang mengatakan bahwa pasien BPJS di nomor sekiankan dan lebih mendahului pasien yang secara mandiri.

BACA JUGA:   Kerusakan Jalan di Mentaya Hulu, DPRD Kotim: 2025 Akan Diperbaiki

“Kita terkait pelayanan kepada masyarakat yang BPJS sama yang tunai atau mandiri itu sama saja tidak membeda-bedakan, 90 persen pasien itu adalah BPJS itu bahkan sekarang yang JKN mobile yang kita utamakan. Bahkan yang ini tambah sekarang pasien umum, tidak ada membedakan. Cuman memang kelas yang beda, ada kelas tiga, dua dan satu, kan disini kelas tiga itu ada empat tempat tidu. Kalau pelayanan nggak ada membedakan karena memang hampir 90 persen itu pasien BPJS juga dan sudah tidak bisa lagi membedakan mana pasien BPJS dan pasien mandiri,” ucapnya.

“Cuman memang syarat-syaratnya BPJS kayak rawat jalan untuk memang harus ada surat rujukan dan itu syarat yang ditentukan oleh BPJS, karena BPJS Itu bukan bagian dari kami, kami hanya kerja sama jadi aturan-aturan BPJS itu yang harus ada surat rujukan. Kemudian kalau ke emergency itu harus memang memang penyakit yang masuk dalam emergency,” demikian Direkrut RSUD dr Murjani Sampit. (im).