Mengenal Tjilik Riwut sang Produsen Perubahan Kalimantan Tengah (1). Tokoh yang Dikenal Sangat Disiplin dan Toleransi

TJILIK Riwut bukan saja panutan tapi simbol perlawanan bagi orang Dayak terhadap ketidakadilan yang telah mengangkangi mereka, misalnya perlawanan terhadap Belanda dan perjuangan dalam pembentukan provinsi Kalimantan Tengah. Putra Dayak ngaju yang memulai dari bawah sudah melambung dengan kesederhanaan dan kerendahan hati dalam memimpin Kalimantan Tengah. Suatu teks sosial yang sama dengan isinya. juga suatu produsen perubahan bagi borneo.

Dalam hidup kesehariannya, Tjilik Riwut dikenal berpenampilan sederhana, berwibawa, dan berdisiplin tinggi, dalam pergaulannya ia tidak memandang usia, agama apalagi status sosial. Ia sangat kental dengan perjuangan Dayak dan kebudayaannya yang luarbiasa kepada nasional maupun internasional.

Hal senada juga diutarakan oleh anaknya ke empat, Ida Kameloh. Beritasampit.co.id berkesempatan mewancarai secara syhadu di Restoran Tjilik Riwut di jl. Jend. Sudirman no. 1, Palangka Raya.

Ida menceriterakan bagaimana dulu bapaknya dalam perjuangan membentuk dan membangun tanah borneo dengan mata berkaca-kaca sesekali letusan senyum juga menggurat dalam pipi yang mulai menua. Bapak itu orangnya disiplin sekali, tapi dalam kedisiplinan beliau, saya yang sudah berumur ini mengerti manfaat kenapa dulu bapak disiplin sekali, ujar Ida.

BACA JUGA:   Rapat Koordinasi TORA, Nuryakin Berharap Ada Rumusan Menata Kembali

Gubernur pertama Kalimantan tengah ini tumbuh dari keluarga sederhana Riwut Dahiang. Ia lahir di kasongan 2 Februari 1918. Meskipun menganut kepercayaan Katolik dan Kaharingan sebagai identitas Dayak, Tjilik Riwut bukan orang yang mencampurkan urusan yang bersifat personal itu dalam keluarga dan politiknya.

Terbukti dengan anaknya Ida yang memilih keyakinan Muslim dalam bahtera rumah tangganya. “jalankan dengan baik keyakinanmu dan sungguh-sungguh, dan ketika sudah memutuskan jangan pernah kembali. Karena agama bukan untuk main-main.’’ Kenang Ida mengingat wejangan bapaknya.

Suatu hari Tjilik Riwut kesal pasalnya pada kesempatan Hari Raya Idul Fitri Ida Kameloh beserta suaminya Husni tidak datang di rumah. Padahal mereka sudah ditunggu-tunggu oleh bapaknya. Maka mereka pun terkena semprotan marah oleh Tjilik Riwut. Dari kejadian itu Ida dan Husni terharu karena bapaknya yang terkesan Angker ternyata peduli dan sangat toleransi.

Dalam perjalanan Tjilik Riwut tidaklah Kun Fayakun menjadi tokoh besar Kalimantan Tengah. Kelokan tajam, badai kehidupan, kerasnya hidup mengiringi harmoni kehidupannya. Maka Tjilik Riwut adalah orang biasa

BACA JUGA:   Lama Menduda karena Istri Meninggal, Pria 58 Tahun Tega Cabuli Anak Dibawah Umur

Berawal dari kegemarannya untuk Balampah, ia menembus hutan Kasongan dengan berjalan kaki menuju bukit batu raksasa. Balampah sendiri ialah kesukaan mengelana untuk mendapatkan wawasan. Dalam buku ‘’Pergulatan Identitas-Dayak dan Indonesia-Belajar dari Tjilik Riwut’’ mengungkap dari proses balampahnya di bukit batu ini ia memperoleh sebuah wangsit untuk pergi ke jawa.

Di mata masyarakat Dayak Kalimantan Tengah, Tjilik riwut dikenal tak segan untuk berbaur menyatu bersama-sama. Seperti contoh waktu membuat Palangka raya menjadi Ibu Kota Kalimantan tengah. Ia juga ikut terjun bekerja membabat alas bersama pekerja lainnya. Tak jarang ia juga tidur di gubuk sederhana untuk sekedar meletakan tubuhnya.

Di mata Tjilik Riwut semuanya dikerjakan untuk kemajuan Kalimantan tengah dengan kekayaanya budayanya dan kesejahteraan masyrakat lokal sendiri. Karena kecintaannya pada tanah Kalimantan, Tjilik Riwut menelurkan beberapa karya tulis yang mengangkat Kalimantan.

Diantaranya ialah: Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Kalimantan Memanggil (1958), Memperkenalkan Kalimantan Tengah dan Pembangunan Kota Palangka Raya (1962), Manaser Panatau Tatu Hiang (1965), Kalimantan Membangun (1979). (Gby/beritasampit.co.id)