Dinilai Cacat Hukum, RUU Omnibus Law Harus Diperbaiki

Ilustrasi Omnibus Law Sapu Jagat Regulasi. Dok: Istimewa

JAKARTA— Reaksi keras terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang digagas pemerintah kian meluas. Kini, bukan hanya kaum buruh saja yang memberikan penolakan atas RUU tersebut.

Namun, para ahli, aktivis lingkungan, komunitas adat, dan sejumlah aliansi jurnalis juga memprotesnya. Bahkan Anggota Komisi Pertahanan DPR RI Fadli Zon pun turut mempersoalkan dan menolak RUU ‘Sapu Jagat’ itu karena dinilai banyak cacat hukum dalam beberapa pasal didalamnya.

“Saya mengusulkan agar draft RUU Omnibus Law ditarik, atau diperbaiki, sebelum kemudian diajukan kembali dengan konsep yang lebih bersih dan masuk akal,” tegas Fadli, Jumat, (28/2/2020).

Politikus Gerindra itu bilang Draf Omnibus Law memang mengandung banyak sekali cacat serius. Apalagi dengan ditemukannya Pasal 170 yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) bisa mengubah isi Undang-undang.

BACA JUGA:   Lifting Migas Terus Menurun, Maman Golkar: PHE Belum Mampu Berkontribusi Terhadap Negara

Mantan Wakil Ketua DPR RI menilai pasal tersebut sangat jelas bertentangan dengan logika hukum dan perundang-undangan. Karena secara hirarkis, posisi PP adalah di bawah UU, sehingga seharusnya PP tunduk kepada UU, bukan justru mengubah ketentuan yang ada dalam UU.

“Kita tak boleh menganggap keberadaan pasal tersebut hanya sebuah bentuk salah ketik, atau ketidaksengajaan, melainkan harus dilihat sebagai sebuah kesalahan fatal yang telah merusak kredibilitas draf Omnibus Law yang telah diajukan pemerintah secara keseluruhan,” tandas Fadli.

BACA JUGA:   Hari Perempuan Sedunia, Mukhtarudin: Wujudkan Kesejahteraan Perempuan di Semua Aspek Kehidupan

Fadli berujar, kesalahan fatal menunjukkan adanya proses yang cacat, atau tendensi bermasalah dari penyusunan draf tersebut, sehingga butuh ditarik kembali dan diperbaiki.

Pasalnya, isu-isu substantif telah banyak dipersoalkan masyarakat, seperti tuduhan kaum buruh bahwa draf Omnibus Law telah melanggar prinsip ‘job security’, ‘salary security’, dan ‘social security’.

Sementara, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), serta LBH Pers yang menuduh pasal-pasal Omnibus Law hendak mengekang dan mengembalikan kontrol pemerintah atas kebebasan pers.

“Jadi, draf Omnibus Law ini harus segera ditarik Pemerintah untuk diperbaiki,” pungkas Fadli Zon.

(dis/beritasampit.co.id)